MAKALAH
أبو
الطَيِّبْ المُتَنَبِّي و شعره
(Abu Thayyib Al
Mutanabbiy dan Syairnya)
disusun untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah tarikh adab al arabiy II semester IV
Dosen pembimbing:
Ahmad Kholil,
M.Fil
oleh:
Himatul Istiqomah
12310079
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
FAKULTAS
HUMANIORA
JURUSAN BAHASA
DAN SASTRA ARAB
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Adalah kebutuhan yang sangat urgen bagi para
mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab untuk mengetahui dan mengenali Sejarah Sastra Arab.
Bagaimana tidak, dalam sejarah terdapat banyak pengetahuan yang akan membawa
kita sebagai calon sastrawan untuk mengenali kekhasan sastra Arab serta bisa
melestarikannya untuk memenuhi tuntutan kemajuan zaman.
Berangkat dari sejarah ini kita akan mempelajari
awal mula munculnya sastra arab, perkembangannya serta sastrawan-sastrawan yang
menggelutinya bersama dengan hasil olah cipta, rasa dan karsa mereka yang
dituangkan dalam bentuk syair, prosa, orasi dan lain-lain, baik mulai era
terdahulu hingga yang modern.
Pada kesempatan ini, kami sekedar memncuatkan
beberapa hasil kajian pustaka mengenai sastrawan ternama yang hidup pada masa kejayaan
DinastiAbbasiyah yang ke tiga[1] beserta analisis karyanya. Beliau bernama Abu Thayyib
Al Mutanabbiy.
Banyak referensi kitab sejarah sastra Aarab yang
menyebutkan perihal ini, sehingga banyak pula kami dapati perbedaan mengenai
angka tahun, dan istilah-istilah lain seperti halnya nama. Untuk mensiasati
kerancuan pemahaman kami menyeragamkan beberapa perbedaan itu untuk saling
melengkapi penulisan ini sehingga mudah dicerna oleh pemikiran kita.
B. Rumusan Masalah
a. Biografi singkat Abu Thayyib Al Mutanabbiy.
b. Beberapa hasil karya Abu Thayyib Al Mutanabbiy.
c. Analisis karya Abu Thayyib Al Mutanabbiy.
C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengenali sastrawan Arab yang berjasa dalam membangun peradaban.
b. Mengumpulkan beberapa karya sastranya untuk diapresiasi atau dianalisis
sebagai bahan tambahan pengetahuan pokok mahasiswa Sastra Arab.
BAB II
PEMBAHASAN
Abu Thayyib Al Mutanabbiy adalah seorang
sastrawan Arabyang dilahirkan pada tahun 303 H[2]/905
M[3]/915
M[4] dan bernama asli Abu Thayyib Ahmad Bin Al
Husain Al Ju’fi Al Kindi Al Kufi Al Mutanabbi,[5] atau Abu Thayyib Ahmad Bin Al Husain Bin Murrah Abdu
Al Jabbar Al Ju’fi Al Kindi Al Kufi atau Ahmad Bin Al Husain Bin Al Hasan Bin
Abdu Ash Shamad Al Ju’fi Al Kindi Al Kufi. Nama Al Ju’fi merupakan penisbatan
terhadap kakeknya, Ju’fi Bin Sa’ad Al ‘Asyirah.[6]Al Kindi merupakan penisbatan atas
kelahirannya di tengah-tengah bani kindah[7] di tanah Arab.[8]Al
Kufi juga merupakan penisbatan terhadap tempat kelahirannya yaitu tanah Kufah,
meski sebagian besar hidupnya dihabiskan di Syam (Syiria).[9]
Adapun untuk gelarnya Al Mutanabbiy, banyak
versi yang membahas latar belakangnya,di antaranya: gelar tersebut diperoleh
karena dirinya difitnah mengaku sebagai seorang nabi,[10]
dia melakukan beberapa hal yang menakjubkan sebagaimana mukjizat seorang nabi,[11]dia
masih memiliki garis keturunan yang dekat dengan nabi Muhammad SAW melalui Hasan
Bin Ali Bin Abi Thalib. Namun yang paling dianggap sah adalah perolehan gelar Al
Mutanabbiy sebab kemahirannya sejak kecil dalam mengkreasikan syair sehingga
memukaukan para pendengarnya.[12]
Hal ini dibuktikan oleh Ibrahim Al Yajizi, seorang sastrawan Arab yang
mengumpulkan syair-syair Al Mutanabbiy menjadi sebuah buku berjudul Diwan Al
Mutanabbiy.[13]
Dia berasal dari keluarga yang termasuk dalam
golongan fakir. Ayahnya (Al Husain Bin Murrah Abdu Al Jabbar atau Al Husain Bin
Al Hasan Bin Abdu Ash Shamad) adalah seorang saqa’[14]
yang menjajakan airnya kepada warga sekitar Kufah. Sehingga dijuluki dengan Abdu
As Saqa’.[15]
sedangkan ibunya tidak terlacak oleh para sejarawan sehingga profilnya pun
tidak dituliskan. Namun karena nenek dari ibunya tercatat sebagai seorang Hamdaniyah,[16]
maka kemungkinan besar ibu Al Mutanabbiy adalah seorang Hamdaniyah pula.
Al Mutanabbiydibesarkan dalam lingkungan kaum Alawiyyin[17]
yang membuatnya memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, kuat dalam menghafal,
dan cinta dengan ilmu dan sastra.[18]Perasaan
bangga seorang ayah terhadap anaknya membuat Abdu As Saqa’ berusaha keras demi
kesuksesan putranya menggeluti hobinya. Dalam belajar Bahasa dan Sastra Arab Al
Mutanabbiy memiliki beberapa guru ternama yaitu: Ibnu Siraj, Abu al-Hasan
al-Akhfasy, al-Zajjaj, Abu Bakar Muhamad bin Duraid dan Abu Ali al-Farisi.[19]
Dituturkan dalam sejarah bahwasannya Al
Mutanabbiy memiliki tiga sikap yang terpuji: tidak pernah berdusta “ما كذب”, tidak pernah berzina “لا زنى” dan tidak pernah lesbi “لا لاط”. di samping itu juga dia memiliki
tiga sikap yang tercela: tidak berpuasa “ما صام”, tidak sholat “لا صلى” dan tidak membaca Al Quran “لا قرأ القرأن”.[20]selain
itu, Ibnu Furjih mengungkapkan kalau Al Mutanabbiy adalah seorang pemberani
atau tangkas “شجاعا”, penghafal sastra “حافظا للأدابأ”, berakhlak selayaknya
raja “عارفا بأخلاق
الملوك”, berlidah tajam “داهية مر اللسان” tapi juga pelit dan
haus dengan harta “إلا
بخله و شرهه على المال”.[21]
Sekalipun berasal dari keluarga yang kelas ekonomiannya
rendah, Al Mutanabbiy tidaklah malu dengan kehidupannya. Malah kelebihannya
dalam bersyair dia jadikan sebagai ladang uang yang bisa diperoleh dengan mudah
dengan menjual lantunan syairnya di hadapan para pembesar-pembesar dan
khalifah.[22]Hidupnya
yang nomaden membuatnya semakin giat dalam menghamparkan lantunan syairnya pada
pembesar-pembesar daerah yang sempat disinggahinya demi penghidupan yang layak.[23]Dia
pun sering keluar masuk penjara akibat syair hija’nya atau juga karena ulah
orang-orang yang iri dengan kelebihannya, pun akibat ketamakannya atas
kekuasaan.[24]Dia mencapai puncak kejayaan sebagai penyair
resmi istana pada masa Sayf al-Daulah dari dinasti Khamdan di Aleppo, Syiria.[25]Kesuksesan bersyairnya juga terbukukan dalam sebuah
diwan yang terkenaldengan “Diwan Al Mutanabbiy”[26] berisi lebih dari empat puluh karangan syair, serta beberapa syarahnya seperti: Syarah Al ‘Akbury Dan Al Wahidiy.[27]
B.
syair karya Abu Thayyib al mutanabbiy
Sebagai penutup para penyair “خاتم ثلاثة الشعراء”[28],
Al Mutanabbiy memiliki empat ragam syair, yaitu: madh (pujian), hija’
(ejekan/sindiran), fakhr (kebanggaan), dan ratsa’ (ratapan).[29] Terdapat pula
dalam syairnya amtsal (perumpamaan) dan hikam (nasehat/kata mutiara) yang
semuanya menjadi aset besar dalam pembentukan kualitas serta kuantitas sastra Arab.[30] Namun yang paling banyak dari syair Al
Mutanabbiy adalah berupa madah.[31]
Beberapa karakteristik syairnya yaitu: artinya
jelas dan mulia (dalam madah), mengandung pemikiran yang mendalam, dan terdapat
pemilihan diksi dan penggunaan majas yang tepat.[32] Dalam syairnya juga terpengaruh oleh
imajinasinya di suasana peperangan serta ranah filsafat.[33] Mayoritas syairnya mengekspresikan hasil eksplorasinya terhadap alam sehingga gagasannya sangat alamiyah
yang diungkap secara jelas dan berulang.[34]
Dari beberapa kriteria di atas, tidak heran jika keberadaan syair-syair
Al Mutanabbiy juga digunakan oleh Imam
Ar Radli sebagai hujjah dalam penetapan kaidah Ilmu Nahwu. Padahal semestinya syair-syair
yang merupakan hasil karya para penyair muwalladun atau modern
tidak masuk kategori kalam Arab yang bisa menjadi dalil dalam Ilmu Nahwu dan Ushulnya.[35]
(1)إذا
فاتوا الرّماح تناولتهم بأرماح
من العطش القفار
Jika
tombak itu tidak mengenai mereka, maka tanah kosong dan kehausanlah yang akan
menjadi tombak bagi mereka.
(2)يرون
الموت قداما وخلفا فيختارون والموت
اضطرارا
Mereka
melihat kematian yang berada didepan dan belakang, lalu mereka berusaha
memilih, sedangkan kematian itu sifatnya memaksa.
(3)إذا
سلك السماوة غير هاد فقتلاهم لعينيه
المنار
Jika
seorang yang tanpa petunjuk melewati tempat yang tinggi, maka orang yang
dibawahnya bagaikan bendera di depan matanya.
(4)ولو لم تبق لم تعش البقايا
وفى الماضى لمن بقي اعتبار
Dan
jika kamu tidak menyisakan mereka, maka kamu tidak akan hidup selamanya, dan
pada waktu yang lampau bagi orang yang masih hidup itu manjadi sebuah
pelajaran.
(5)إذا لم يرع سيّدهم عليهم
فمن يرعى عليهم أو يغار
(6)تفرقهم وإياه السجايا ويجمعهم وإياه النجار
Ketika
tuan mereka tidak menjaga mereka, maka siapa lagi yang akan menjaga mereka,
atau pasukan besar yang akan memecah belah watak mereka dan tuannya. Kemudian
tukang kayulah yang mengumpulkan mereka.
(7)ومال بها على أرك وعرض
وأهل الرقتين لها مزار
Dan dia menuju pada daerah Ark dan ‘Ard
dengan menggunakan kuda yang cerdik
1. Pada
bait pertama tujuan syairnya adalah madh dalam memuji keeolokan para tentara Saif
Ad-Daulah yang semangat dalam peperangan. Sebaga inisbahnya adalah ketika mereka semua datang dengan
membawa tombak dan pedang dalam suatu peperangan dengan gigihnya.
2. Disini terdapat syibih baligh yaitu,
yaitu syibih yang tidak menyebutkan adat tasybih dan wajah syibih yang terdapa tpada
kata: الرماح (yang berarti tombak) danعطش ( haus).
Haus mengibaratkan sebuah tombak yang keduanya bisa menyebabkan pada kematian.
3. Pada
bait ke dua masih mengandung tema dan tujuan yang sama, yaitu memuji keberanian para tentara Syaif
Ad Daulah yang siap mati dalam medan perang. Adapun sebagai nisbahnya adalah saat mereka berperang,
mereka tidak takut mati walau kematian ada di arah depan dan belakang mereka
dan tidak ada pilihan lain. Karena mereka yakin bahwa sebuah kematian bukanlah suatu pilihan,
kematian mempunyai jalan sendiri.
4. Pada
bait ke tiga, tujuan syairnya masih sama, namun ditujukan pada Syaif Ad Daulah.
Disini Syaif Ad Daulah sebagai penunjuk dalam berperang. Karena dalam berperang jika tanpa penunjuk
(pemimpin) mereka akan tersesat (tidak tau arah)
5. Kata
المنار diartikan العلم
ينصب فى الطريق. Disini
diartikan sebagai bendera, jika seseorang tersesat pada hamparan langit,yang
membuat tubuh orang itu mati di kuil manar,
mereka mendapatkan petunjuk dan mengetahui jalan, seperti yang ditunjukkan oleh manar.
6. Adapun pada
bait ke empat tujuan syairnya lebih pada hikmah yang ditujukan kepada Syaif Ad Daulah
agar dia bisa mengambil pelajaran dari pengalaman orang-orang yang sudah mati
(tentara yang sudah mati). Sebagai nisbahnya adalah jika Syaif tidak menyisakan seorangpun dari para tentaranya maka tak akan ada
yang melindunginya.
7. Pada
bait ke lima tujuannya sama dengan bait ke empat yaitu hikmah. Hikmah untuk Syaif Ad
Daulah agar ia menjaga para tentaranya, karena tidak akan ada yang bisa
menjaga mereka (paratentara) selain Syaif Ad Daulah sendiri. Dan bila tidak
dijaga, para musuh yang akan memecah belah mereka.
8. Pada
bait ke enam mengandung hikmah yang ditujukan kepada Syaif Ad Daulah. Sebagai nisbahnya masih terkait dengan
bait kelima, yaitu ketika musuh memecah belah mereka maka hanya tukang kayu lah yang
mengumpulkan mereka.
9.
Kata
السجايا diartikan الطباع
والاخلاق yang
artiny atabi’at dan akhlak diartikan sebagai watak.
1. Sedangkan dalam bait terakhir, tema dan tujuan kembali
pada madh dalam memuji para tentara Syaif Ad Daulah. Sebagai nisbahnya adalah ketika para tentara menuju daerah Ark
dan Ard dengan mengendarai kuda yang cerdik.
11. Kata أرك وعرض berarti dua Negara
yaitu ark dan ard. Sedangkan kata الرقتين berarti sebuah
Negara yang didalamnya terdapat dua buah sungaiالفرات ,
yaituالرقة والرافقة .
12. Pada bait-bait syair Al Mutanabbiy di atas tergambar bahwa dia sangat memuji kegigihan para tentara Syaif
Ad Daulah dalam berperang. Ini bisa dilihat mulai bait pertama dan selanjutnya yang
menggambarkan kegigihan para tentara saat mereka semua datang dengan membawa tombak dan pedang serta kecintaannya para tentara akan peperangan
yang rela mati walau kematian ada di depan mata mereka. Begitu pula dengan bait
selanjutnya yang masih terkait satu sama lain. Namun pada cuplikan bait keempat dan selanjutnya,
al mutanabbi mulai menyisipkan hikmah (menggunakan الوعط yakni menasehati)
dari perjalanan tentara tersebut.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Al Mutanabbiy adalah sastrawan Arab di bidang syair yang
hidup pada masa keemasan Khilafah Dinasti Abbasiyah. Dia memiliki bakat bersyair sejak kecil dan terus lestari hingga mendapati masa kejayaannya pada saat pemerintahan Saif
Ad Daulah di Aleppo. Hidupnya yang
nomaden membakar semangatnya bersyair semakin berkobar guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Terdapat empat ragam syair Al Mutanabbiy yaitu: madh (pujian), hija’
(ejekan), fakhr (kebanggaan), dan ratsa’ (ratapan). Dan yang paling masyhur adalah madh nya.
Beberapakriteria yang
terdapatdalamsyair-syair Al Mutanabbiyadalah: artinya jelas dan mulia (dalam madah), mengandung pemikiran yang mendalam,
dan terdapat pemilihan diksi dan penggunaan majas yang tepat. Terdapat pengaruh suasana
peperangan serta ranah filsafat dalam imajinasinya.
Mayoritas mengekspresikan hasil eksplorasinya terhadap alam sehingga gagasannya
sangat alamiyah yang diungkap secara jelas dan berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rahman Al Barquqi. شرح ديوان المتنبّي. Libanon: Maktabah Nizar
Mustofa.
Abu Haaqoh, d.k.k. المفيد في الأدب العربي الجزء الثاني. Birut.
Ahmad Al Iskandi dan Mushtofa ‘Anani. 1916. الوسيط في الأدب العربي و تاريخه الطبعة الثامنة عشرة.
Mesir: Dar Al Ma’arif.
Ahmad Hasan Az Ziyat.تاريخ الأدب العربيه للمدارس العليا . Mesir: Dar An Nahdhoh
Kairo.
Dr. Umar faruq. 1969.المنهاج
الجديد في الأدب العربي الجزء الثاني للسنة الثانوية الثانية صف البكالوريا-القسم
الأول الطبعة الأولى . Birut.
http://perinducahayaquran.blogspot.com/2013/01/analisis-sastra-al-mutanabbi_8260.html.
(01 April 2014)
Jarji Zidan. 1996. تاريخ أداب اللغة العربية الجزء الأول. Dar Al Fikr.
Karel Brugman. تاريخ الأدب العربي الجزء الثاني الطبعة الرابعة. Mesir: Dar Al Ma'arif.
Tamim Mulloh.
2014. البسيط في أصول
النحو و مدارسه. Hlm. 28
[2]Ahmad Al Iskandi dan Mushtofa ‘Anani. 1916. الوسيط في الأدب
العربي و تاريخه الطبعة الثامنة عشرة. Mesir: Dar Al Ma’arif.
Hlm. 272
[5]Op cit.Ahmad Al Iskandi dan Mushtofa ‘Anani.
[7] Salah satu nama kabilah di yaman(Op cit.Ahmad Al Iskandi dan Mushtofa
‘Anani)
[8]Dr. Umar faruq. 1969.المنهاج الجديد في الأدب العربي الجزء
الثاني للسنة الثانوية الثانية صف البكالوريا-القسم الأول الطبعة الأولى . Birut. Hlm. 113
[10] Op cit. Ahmad Al Iskandi dan Mushtofa ‘Anani. Hlm.273
[11]http://sastra-muslim.blogspot.com/2011/10/al-mutanabbi-nabi-para-sastrawan.html.
21 april 2014: “Di antara kelebihannya adalah: 1)
Berhasil menjinakkan unta betina liar dan mengendarainya. 2) menyembuhkan luka goresan pisau hanya dengan meludahinya dan menekannya dengan kuat.
3) menahan derasnya air hujan agar tidak membasahi tempat berdirinya dengan membaca
114 kalimat dari al quran”.
[12] Op cit. Abdur Rahman Al Barquqi. 20
[15] Ahmad Hasan Az Ziyat.تاريخ الأدب العربيه للمدارس العليا . Mesir: Dar An Nahdhoh
Kairo. Hlm. 297
[17] Kaum bangsawan, ilmuwan.
[18]Op cit. Abdur Rahman Al Barquqi.
[20]Op cit. Abdur Rahman Al Barquqi. Hlm. 8
[21]ibid.
[22]Op cit. Ahmad Hasan Az Ziyat. hlm. 298
[23]Opcit. Ahmad Al Iskandi dan Mushtofa ‘Anani.hlm. 274
[26]Karya Ibrahim
Al Yajizi
[27]Opcit. Ahmad Al Iskandi dan Mushtofa ‘Anani.Hlm.276
[28]Ibid. Hlm. 272 (Penutuppenyair yang
berarti pada masa Khilafah Dinasti Abbasiyah ke tiga tidak ada penyair lagi yang
unggul setelah Al Mutanabbiy.)
[30]Op cit. Ahmad al Iskandi dan Mushtofa ‘Anani.Hlm. 274
[31]Ibid. Hlm. 276
[32]Ibid.
[35]TamimMulloh.
2014. البسيط في أصول النحو و مدارسه. Hlm. 28
[37]“Analisis muatan sastra
yang meliputi: tujuan dan perihal syair, analisis kata,
pemilihan gaya bahasa dan penggunaan perasaan.” Ibid.