Wednesday, October 28, 2015

KESALAHAN MENILAI MATEMATIKA



KESALAHAN MENILAI MATEMATIKA
By: HISTISHA NR.

Pengantar-pemanasan

Selama ini matematika dipandang dan dinilai sebagai ilmu hitung dan semata-mata sebagai piranti berhitung belaka. Dalih ini lah yang kerap kali diajarkan oleh orang dewasa pada juniornya. Seseorang yang tidak bisa matematika, dia diyakini tidak akan bisa menghitung. Dia akan dianggap bodoh. Dan dia akan terdiskriminasi dari pelukan sosial. 
 
Padahal tak sesederhana itu. Matematika itu sangat istimewa. Perhitungan yang diajarkan pun tak hanya terikat dengan satu, dua, tiga, dan sebangsanya. Sebagai alumni Jurusan Matematika, dalam shownya, Sujiwo Tejo (2015) menyampaikan bahwasannya “Matematika itu bukan sekadar ilmu hitung belaka atau pembelajaran menghitung biasa, melainkan media pembelajaran untuk memolakan sesuatu yang tidak terpola.” Selanjutnya dari yang sudah terpola itu dijadikan pegangan untuk memahami yang sebenarnya tidak terpola.

Dalam bahasa lain, Matematika itu adalah disiplin ilmu yang menuntun seseorang untuk merangkai sebuah kepastian dari yang semula tidak pasti. Sehingga, melalui kepastian itulah (yang asalanya ketidakpastian) dapat diterima oleh kaum awam.

Tak heran bukan jika banyak orang yang tak paham dan masih mempertanyakan persoalan agama! Karena memang agama itu bukan sesuatu yang pasti. Sehingga banyak terjadi tebak-tebakan atas kemungkinan-kemungkinan dan juga tafsiran yang bergam terkait agama.  Dan di sinilah peran penting seorang agamawan dalam menyampaikan risalah agama, yang seharusnya disampaikan dengan pola yang dapat diterima banyak kalangan. Salah satu cara yang dapat digunakan agamawan memahamkan orang awam dinamai “ilmu”, yang identik dengan kata ilmiah. Hal ini sering berlaku di kalangan akademisi. Miris bukan? Seseorang pada level tinggi masih mempertanyakan sebuah kepastian dan keilmiahan. Padahal seharusnya sudah pada tahap pemahaman ketidakpastian melalui kepastian dan keilmiahan yang sudah dipelajarinya sejak dini. Yah beginilah jalan hidup.

Seorang agamawan pun harus berjiwa matematikawan. Agama yang sedemikian tidak terpola dipolakan serapi mungkin dengan bentuk yang sekiranya bisa diterima kaum awam. Sebab, dengan penerimaan itu, tanpa sadar, seseorang akan memasuki pemahaman ketidakberpolaan agama yang sesungguhnya.

Matematika itu menjadi penting untuk memperhitungkan sesuatu yang tidak terhitung dengan cara menaksir kemungkinan pembulatan terdekat. Dan tidak heran pula jika dalam Matematika yang notabene adalah ilmu pasti, tetapi masih ada yang tidak terdefinisikan. Seperti, angka berapapun yang dibagi dengan angka nol, dan dalam tabel trigonometri itu pun berlaku istilah tidak terdefinisikan Tan 900.

Matematika itu unik dan menarik, bukan?

Kembangturi, 29 Oktober 2015

FALSAFAH CINTA



FALSAFAH CINTA
By: HISTISHA NR.

Dalam bahasa Arab, kata cinta diwakili oleh hubbun, yang mana memiliki huruf penyusun yang sama dengan habbatun yang artinya biji. Keduanya memiliki falsafah yang hampir mirip atau bisa dikatakan mirip dan sama.

Untuk menumbuhkan sebutir biji, seseorang harus menanamnya di media yang tepat. Tanahnya yang tidak terlalu tandus dan tidak terlalu berlumpur atau berair. Sebab, tanah yang terlalu tandus tidak akan mampu menumbuhkan biji-bijian tersebut, karena persediaan nutrisi untuk ia tumbuh tidak tersedia di sana. Tanah yang terlalu berlumpur atau berair pun tidak baik untuk menumbuhkan biji itu, karena tentunya akan ada semak belukar yang tumbuh bersamanya dan menjadi gulma yang akan mematikannya. Meletakkan atau mengubur biji itu pun tidak boleh terlalu dalam atau terlalu dasar. Menguburnya terlalu dasar akan membuatnya mudah tersapu angin, sedangkan terlalu dalam mengubur biji itu akan membuatnya berada di bawah tekanan yang besar dan berat sehingga sukar untuk melakukan pertumbuhan.

Adapun ketika biji itu sudah tumbuh bertunas atau mulai menampakkan tanda-tanda kehidupannya, ia tidak boleh terlalu banyak disirami. Menyiraminya cukup sewajarnya. Sebab, jika berlebihan justru biji yang tumbuh itu akan busuk dan mati. Tidak disiram sama sekali pun juga akan membuat biji itu kering dan tidak bisa tumbuh, akhirnya mati.

Begitulah falsafah cinta yang senada dengan sebutir biji. Oleh sebab itu, tanamlah cinta pada tempat yang tepat, rawat dan siramilah sekadarnya, agar dia tumbuh dengan wajar pula dan senantiasa terjaga.

Malang, 25 September 2015

Sunday, October 25, 2015

BINTANG MALAMKU



Tak banyak yang bisa kurangkai dalam kata dengan getaran pita suara ini. tapi, lebih dari segalanya, Tuhan tahu yang kumaksudkan. apapun itu, aku hanya ingin selalu merasakan hadirNya memelukku dengan kasih seutuhnya.

Friday, October 23, 2015

BLUE PRINCESS



BLUE PRINCESS
By: HISTISHA NR.

Sepekan silam
Aku melihatnya duduk diam
Di persimpangan jalan
Diantara keramaian orang yang tampak girang
Ia menunduk terpaku dengan tatapan penuh harapan
Tapi sayang
Kantong kosong itu tak dapat membawanya pulang
Dan hingga kini keduanya masih terjarakkan

Sama seperti aku
Kau pun harus rela menunggu
Selangkah lagi ketika kau tetap menjejakkan langkahmu
Di ujung jalan ada aku
Yang kan menemanimu menjejak di dunia baru
Bersama, kau dan aku
Maafmu tak bisa di sisiku
Aku pun seperti itu

Dalam gagap kata
Kurangkai bahasa
Untuk membisikmu
Tuhan masih selalu menemaniku menunggumu

Malang, 23 Oktober 2015

Friday, October 16, 2015

ISTIRJA'



ISTIRJA’
By: HISTISHA NR.

Perlahan-lahan
Satu demi satu
Pendengaranku mulai lemah
Penglihtanku mulai tak awas
Perabaku, perasaku mulai tak tergenggam
Kelima indraku kembali pada Yang Empunya
Menuntunku lebih dekat kepada-Nya
Memang begitulah idealnya
Semua yang ada dari-Nya
Dan akan kembali pada-Nya
Seluruhnya
Tanpa tersisa

Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun
Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun
Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun

Kadang aku menanyakan maksud pengucapannya
Dan masih terus bertanya
Sebab, sering kali angin membisikku
Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun???
Termuntahkan dari gua-gua tak berbatu
Saat didapati luka, duka, sakit, jatuh, kecewa

Aku masih terus membincangnya
Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun???
Mengembalikan segalanya pada Sang Pemilik semesta
Tapi aku bingung
Betapa manusia itu serakah
Betapa hewan yang banyak bicara itu rakus dan tamak
Bagaimana tidak???!
 Luka, duka, sakit, jatuh, dan kecewa
Dikembalikan begitu saja kepada-Nya
Sebelum sempat mensyukurinya

Tapi aku pun heran
Makhluk yang satu itu sungguh tak adil
Egois dan seenaknya sendiri
Bagaimana tidak???!
Suka, gembira, dan bahagia
Ingin dipeluknya sendiri
Ingin dimilikinya sendiri
Sampai-sampai lupa mengembalikannya pada Yang Kuasa
Bahkan mungkin lupa untuk mensyukurinya
Fal ‘iyaadzu billaah

Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun
Terajut pita suara ketika musibah menimpa
Musibah yang bagaimana?
Musibah yang seperti apa?
Lukakah? Dukakah? Sakitkah?  Jatuhkah? Atau kecewakah?
Tak hanya itu ternyata
Suka, gembira, dan bahagia pun musibah
Ketika karenanya kita lupa siapa diri kita
Kita lupa siapa Yang Mendesain kita
Itu sungguh musibah yang membadai
Musibah yang mengguntur
Yang harus di-istirja’-i

Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun
Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun
Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun

Kalimat istirja’ yang teramat istimewa
Seperti halnya hamdalah
Yaa... alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin
Sebagai perwakilan rasa syukur
Yang tetap terucap dalam suka dan duka
Istirja’pun tak berbeda
Harus senantiasa tertanam dalam jiwa
Ketika duka maupun suka
Sebab, segalanya milik Yang Maha Esa

LTPLM, 15 Oktober 2015

“ The little knowledge is Unending Adventure”
꧐꧕ꦛꦌ ꦅꦸꦺꦏꦾ꧐