Sunday, October 4, 2015

AL-QUR'AN



AL-QUR’AN

Al- Qur’an, seperti asal katanya adalah sebuah bacaan. Selama ini yang ada dan terkodifikasikan adalah mushaf Al-Qur’an. Sementara keberadaan Al-Qur’an yang sesungguhnya terletak dalam al-lauh al- mahfudh (papan yang terjaga), kalbu bagian nurani (NR, 2013). Akan tetapi, ada yang mengatakan Al-Qur’an terletak pada ruh (hendratno, 2015). Intinya, Al-Qur’an itu terletak pada substansi immateri.

Di sisi lain, sebagai bacaan, ia tak hanya terangkai dalam deretan huruf hijaiyah yang kasat mata. Tapi, ia bahkan terhampar dan tersebar di seluruh alam semesta, esensinya. Ada yang bilang namanya ayat kauniyah. Tak semua dapat dicerna secara langsung. Ada yang harus dikunyah hingga lembut terlebih dahulu. Tapi pun tak semua orang mampu mencernanya meski sudah terkunyahkan oleh generasi sebelumnya. Karena kapasitas penerimaan seseorang berbeda-beda. Dan tidak salah bagi yang tidak tahu itu. Tapi masalah bagi yang tidak mau tahu. 

Isyarat Tuhan sangat jelas. Berbeda pendapat itu boleh. So, membaca ayat yang ditemui sesuai kadar kemampuannya, itu sudah lebih dari cukup. Apa yang yang kita tahu adalah yang kita dapat. Apa yang kita dapat adalah yang akan kita lakukan. Mencemooh sesama hanya karena perbedaan itu sudah tak dibutuhkan. Karena sesungguhnya, jalan kebaikan dan kebenaran hanya berujung pada satu tujuan, menggapai ridha Tuhan. Entah dengan cara apapun dan bagaimanapun. Karena penilaian makhluk tak selalu sama dengan penilaian khalik.

Terlalu sempit jika mengungkit kaidah hukum “di Al- Qur’an itu ayat berapa surat apa atau mana haditsnya, shahih atau tidak.” Itu memang penting. Tapi, semua tahu kaidah hukum Islam tak hanya pada kedua itu. Masih ada Ijma’dan qiyas. Yang mana keempatnya tak selalu harus berbahasa Arab. Karena memang tak semua mampu memahami bahasa Arab secara langsung. Sebenarnya semua tahu, kalau seluruh petunjuk jalan kebaikan dan kebenaran adalah berporos pada Al-Qur’an. Karena memang pedoman hidup sudah terpetakan di sana. Tapi perlu diingat pula bahwa untuk membaca sebuah peta dibutuhkan kompas dan pemahaman ilmu perpetaan. So, apapun bentuk dan wujudnya, jika itu menunjukkan jalan menuju Tuhan, itulah representasi Al-Qur’an. Karena tak dapat dipungkiri bahwa Al- Qur’an sesungguhnya masih bersifat mujmal. Jadi sangat musykil dapat dipahami tanpa perantara. Sekalipun itu hadits, ia juga perantara memahami Al- Qur’an.

Penggunaan kata bid’ah sering kali disalahgunakan. Padahal bid’ah itu artinya adalah inovasi. Suatu bentuk kreatifitas manusia yang mendayagunakan akal yang dianugerahkan padanya. Ada tiga cara untuk menunaikan petunjuk Tuhan, kreatif,  adaptatif, dan adoptif. Kreatif disetarakan dengan kata ijtihad, adaptatif dengan ittiba’, dan adoptif dengan taqlid (Najib, 2011). Keseluruhannya tetaplah berporos pada nilai-nilai dan ajaran-ajaran yang tersurat dan tersirat dalam Al-Qur’an. Al-Qur'an tetaplah Al-Qur'an. tapi isi yang disampaikannya bisa berbentuk apapun.

Malang, 05 Okt 2015

No comments:

Post a Comment