Friday, February 19, 2016

KAFIR??? OPO??? SOPO???



KAFIR??? OPO??? SOPO???

BY: HISTISHA NR.
(Mahasiswi Bahasa dan Sastra Arab)

Akeh kang apal qur’an hadise
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe gak digatekke
Yen iseh kotor ati akale

(Gus Dur)

Terkait devinisi kafir, diantara banyak paparan, ada satu yang paling menggelitik untuk bisa dibaca dan dipikir lebih mendalam, yakni “kafir adalah orang yang mata hatinya dalam keadaan tertutup (tidak mampu) memperhatikan tanda-tanda (kebesaran) Allah dan mereka tidak sanggup mendengar keterangan dari tanda-tanda tersebut”.

Sekelumit di atas adalah bagian dari puzzle Al-Quran yang jika ditafsirkan kurang lebih selaras dengan sepotong syair milik Gus Dur. Banyak yang mengaku pinter tapi keminter tur keblinger. Sebagian dari kita, kerap kali menengok dan mengamati dengan amat jeli apapun yang dilakukan dan terjadi pada orang-orang di sekitar atau bahkan yang di kejauhan. Sementara yang terdekat sering kali terlupakan. Dengan kecanggihan teknologi sekarang ini, kita kerap kali kepo dengan hal-hal yang ada di luar diri kita, sementara kebutuhan kita sendiri terabaikan. 

Senada dengan fenomena kafir dan mengafirkan.. Jika seseorang yang sudah jelas-jelas beridentitas kafir, maka sebenarnya dia sudah lumayan aman. Karena mau diapa-apakan ya dia sudah kafir. Jadi biarlah mereka begitu, jangan dikafir-kafirkan lagi. Kasihan… Toh juga mereka mata dan telinganya sudah tertutup. Jadi percuma, diberitahu dengan model apapun tetap tidak akan menimbulkan perubahan. Kecuali si pelaku kafir tersebut berkenan merubah dirinya.

Sedangkan bagi yang belum kafir, justru malah orang-orang seperti inilah yang terancam untuk jatuh terperosok sebagai kafir. Gus Dur menuturkan bahwa kafire dewe gak digatekke itu ya karena memang sebenarnya setiap dari kita itu memiliki potensi untuk menjadi kafir. Dan karena kita sibuk mengafirkan yang lain, akhirnya kita pun terjatuh sebagai kafir tanpa disadari maupun tidak. 

Dengan kalimat itu, bisa jadi Gus Dur mengingatkan bahwa mbok yao kita itu mengurusi diri kita dulu bagaimana agar tidak sampai terpleset sebagai kafir, bagaimana kita benar-benar mengfungsikan mata, telinga dan hati kita untuk siap sedia menerima hidayah Allah dalam keadaan apapun, dan mensyukuri setiap tetes karuniaNya, itu yang penting. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Ya walaupun Allah sendiri menyediakan obat, terapi, bahkan rehabilitasi bagi yang sudah terlanjur terjangkit kafir. Tapi, tetap kembali lagi, semuanya sebenarnya sudah ditentukan oleh Allah. Hanya saja karena manusia terlanjur diciptakan berakal, jadi Allah pun memberikan pekerjaan buat akal kita agar tidak menjadi pengangguran, dengan cara memberikan pilihan dari setiap apa yang hendak kita putuskan dan jalankan.

Dan menjadi kafir atau non kafir itu pun pilihan. Kalau kita mau menjadi kafir ya gampang saja, pura-pura butalah.. pura-pura tulilah.. dan bawa kepura-puraan itu sebagai kebiasaan sehingga benar-benar akan terjadi kebutaan dan ketulian tak hanya pada mata dan telinga lahiriah tapi juga penglihatan dan pendengaran hati pun akan turut membatu, ketika ditunjuki ayat-ayat (tanda) kebesaran Allah.

Sebaliknya, jika kita memilih untuk menjadi non kafir, ya sedikit gampang-gampang susah. Kita harus belajar membuka pendengaran dan penglihatan kita, hati kita, untuk menerima petunjuk-petunjuk Allah, apapun bentuknya. Sehingga kita pun dapat mensyukuri nikmat Allah Swt dengan segenap kerelaan kita.

Jadi, sobat, daripada kita sibuk mengalkulasi tingkat kekafiran orang lain, lebih baik kita memvaksinasi diri agar terhindar dari predikat kafir. Karena saat kita menertawakan kekafiran orang, mengejek dan menjastisnya, sebenarnya kita sedang memosisikan diri untuk sebentar lagi menyusul rating posisinya sebagai kafir pula. Sebab, pada saat-saat yang seperti itu kita sudah disibukkan dengan kebanggaan diri seolah tidak akan pernah menjadi kafir sehingga lupa untuk bersyukur. Dan jika kita berhasil menghindar dari menjadi sosok kafir, maka kita akan tergolong sebagai orang yang selamat. Kalau dalam bahasa Arab disebut dengan muslim (orang yang selamat).

Wallahu a’lam bish shawab.
Malang, 20 Februari 2016

Saturday, February 13, 2016

KATA BAPAKKU... SHOLAT ITU???

KATA BAPAKKU... SHOLAT ITU???
By: HISTISHA NR.

Jumpa lagi sobat dengan Rabbit Princess from penggalan surga ujung timur Jawa Timur:
Kali ini kita simak episode “Kata Bapakku!!!”
Jangan salah, bukan cuma di sinetron Kawin Gantung doang yang punya potongan kalimat itu, Rabcess juga punya loh... Saking banyaknya, bingung mau mulai dari mana...
Ya sudah lah, kita simak yang satu ini...

Krik... Krik... Krik...

Maaf sobat rekaman audionya sudah terhapus, yang tersisa hanya serpihan puzzle di kotak spam ingatan Rabcess...
Tak apalah, sedikit atau banyak informasi tetaplah sampah. Dikomposkan jika itu organik dan butuh daur ulang jika itu anorganik. Asyeekg...
Ok, kita masuk pada misi kita menyimak episode “Kata Bapakku!!!”. Selamat menikmati!!!

Sebelum memasuki bagian inti, bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Maha Mengetahui segalanya!

Poin 1:

Masih ingatkah sobat dengan mata pelajaran Fiqih Dasar di Madrasah Ibtidaiyah atau Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar?

Anggap saja kita masih mengingat memori itu.

Poin 2:

Masih ingatkah di sana diterangkan bahwa rukun Islam itu ada lima?

Anggap saja kita masih mengingat memori itu.

Poin 3:

Masih ingatkah di antara rukun Islam itu ada yang namanya shalat?

Anggap saja kita masih mengingat itu.

Poin 4:

Sholat itu... islam, ISLAM itu...???

I
S
L
A
M
J
J
J
J
J
I
N
G
I
N

S
U
U
S
A
S
E
L
A
M
A
T

Y
B
H
H
G
L
A
K
S
A
N
A
K
A
N
A’
U
U
A
H
A
J
A
R
A
N

H
R
R
R
M
U
H
A
M
M
A
D

I

B


Islam itu ya sholat. Cocok kan nggeh. .

Jawab aja iya. Biar Rabcess seneng gitu. J J J

Poin 5:

Masih ingat definisi sholat?
Hemmm... Kayaknya yang satu ini butuh detak detik jam buat sedikit menyentuh otak. Hehehe Just Kidding!

Kata buku: Sholat secara etimologi berarti doa. Dan doa itu bisa berarti sapaan juga permintaan.
Kata buku juga: Sholat secara terminologi berarti perbuatan yang diawali dengan niat dan diakhiri dengan salam.
Hanya sepatah itu yang Rabcess bisa ingat. Maaf nggeh...

Poin 6:
Sedikit mengutip Kata Bapakku:
Sejak kapan kita berniat sholat dan kapan kita dianggap selesai mendirikan sholat?!
Kembali pada definisi sholat, semua pasti tahu jawabannya, jikalau kita sholat sejak kita berniat mendirikannya dan sholat kita berakhir ketika kita sudah melakukan salam.
Te Oo Pe Be Ge Te dah buat semua...

Tapi sobat, yang sederhana dalam definisi itu ternyata tak sesederhana dalam praktiknya.
Hampir semua gerakan dalam sholat itu berupa simbol-simbol yang memiliki maksud tertentu. Kenapa ada berdiri, kenapa ada ruku’, kenapa ada sujud, kenapa ada duduk, dan kenapa harus dtutup dengan salam... semua memiliki maknanya masing-masing.

Mirip huruf Alif, berdiri tegak itu mewakili isyarat penciptaan manusia yang berasal dari unsur api. Kapanpun kita beramarah, api itu akan menyulut jiwa kita sehingga terasa panas dalam diri kita. Dan Alif mengajarkan kita untuk memiliki niat setegak dia. Meski kadang tertiup angin, ujung api selalu kukuh mengarah ke atas, ke puncak tujuan kita, Yang Sejati.

Mirip huruf Ha’, posisi ruku’ itu mewakili isyarat penciptaan manusia yang berasal dari unsur angin. Angin itu kan udara yang bergerak, ya kan nggeh! Hembusannya mampu mewariskan kesejukan. Kapanpun kita berlaku seperti hembusan angin yang bertiup lembut, tentu semua yang di sekeliling kita akan turut merasakan kesejukan yang kita jejakkan.

Mirip huruf Mim, posisi sujud itu mewakili isyarat penciptaan manusia yang berasal dari air. Air yang normalnya mengalir dari dataran tinggi menuju dataran rendah. Namun bisa melawan arus dengan pemberian sedikit gaya dan tekanan. Pun sama dengan kita yang diberikan pilihan oleh Allah untuk berlaku biasa-biasa saja seperti normalnya air, atau sedikit melawan arus untuk menggeser posisi kita menuju derajat yang lebih tinggi di sisiNya. Tentunya dengan perantara gaya dan tekanan.

Mirip huruf Dal, posisi duduk itu mewakili isyarat penciptaan manusia yang berasal dari tanah. Setinggi apapun posisi dan kedudukan kita dalam kerajaan keduniaan, ketika duduk semua sama rendahnya dengan tanah yang menjadi asal penciptaan manusia dan pun kelak manusia mati akan tertanam dalam tanah. Kesombongan dan kecongkaan tak ada harganya lagi bagi sesama tanah yang sama tinggi di perbukitan dan sama rendah di perlembahan.

Sholat itu gerakannya mirip alif-ha'-mim-dal, kalau disambung sholat itu jadinya AHMAD. Itukan sebutan untuk Nabi Muhammad juga!

Dan salam, diletakkan sebagai penutup yang menyimbolkan penciptaan manusia dari serpihan cahaya Nur Muhammad Saw. Sekecil apapun serpihan cahaya ia tetap mampu memiliki sinarnya. Dan ketika keempat unsur di atas sudah terkumpul kemudian disinari dengan salam ini, maka terciptalah sebuah kehidupan.

Salam, adalah curian kata dari bahasa Arab yang artinya selamat. Sobat, kita kembali lagi ke devinisi sholat.

Hal yang pasti adalah kita sudah memulai bersholat sejak kita berniat mendirikannya. Tapi, siapa yang tahu kapan sholat kita berakhir? Setelah kita bersalam pastinya. Tentu itu jawabannya. Tapi ada tapinya lagi, sobat. Sekali lagi gerakan dalam sholat itu penuh dengan simbol-simbol.

Kita mengingat kembali bahwa sholat akan dianggap selesai, ketika kita bersalam menengok ke kanan kemudian ke kiri.

Kata Bapakku... itu pun simbol. Sesuai arti salam, sholat dianggap berakhir ketika sudah salam. Pun, kita dianggap selesai sholat setelah bersalam, setelah memastikan dengan tengokan apakah orang-orang yang di sisi kanan kiri kita telah selamat dari kekacauan yang kita sajikan. Jika belum, berarti sesungguhnya kita belum selesai dari shalat kita.

Sedikit cuplikan dalil, kan bagi yang fanatik dengan dalil, dianggap ndak afdhol, dianggap ndak valid segala sesuatu tanpa dalil. Sebentar sobat, kembali lagi ke bahasa Arab. Dalil itu artinya bukti lho ya!!! Ada dua macam dalil: naqli berupa al-Qur’an dan Hadits ples aqli yang artinya logika akal. So, sobat, keseimbangan kedua dalil butuh untuk menguak rahasia ketidakpastian yang semu di semesta untuk menuju kesejatian Yang Sejati, Allah Swt.

Innash sholaata tanhaa ‘anil fakhsya’i wal munkari
Sesungguhnya sholat itu adalah mencegah dari hal yang keji dan “munkar”

Munkar itu pun hasil adopsi dari bahasa Arab yang seakar dengan kata nakirah, artinya umum, tidak jelas. Mungkin, bisa jadi devinisi munkar di sini adalah sesuatu yang tidak jelas asas manfaatnya.

Kemudian, ketika sholat hanya disebut sholat yang hanya gerakan badan di dalamnya, sudah jelas ketka kita sedang sholat kita tidak mengarjakan kemungkaran. Tapi dalam pemahaman luas berkenaan simbol-simbol dalam gerakan sholat, bisa jadi yang disebut sholat itu adalah jika kita sudah bisa mengaplikasikan semua praktis makna simbol itu dalam kehidupan kita sehari-hari, mulai dari mengukuhkan niat hingga menjamin keselamatan orang-orang di sekeliling kita. Jadi benar-benar  tanhaa ‘anil fakhsya’i wal munkari.

Pun jika kita meminjam kaidah Matematika Bab Logika, di sana ada istilah biimplikasi ßà (jika dan hanya jika). Bisa jadi potongan dalil naqli di atas dalil aqlinya menggunakan kaidah logika biimplikasi ini. Sehingga:

Sesungguhnya sholat itu adalah jika dan hanya jika mencegah dari hal yang keji dan “munkar”

atau bisa dibalik

Sesungguhnya mencegah dari hal yang keji dan “munkar” adalah jika dan hanya jika sholat

Bingung ya?

Gini aja:
Sholat iku ngedohaken saking samubarang kang olo tur ora jelas manfaate
Lan  
Ngedohaken saking samubarang kang olo tur ora jelas manfaate iku yo sholat

Begitulah, sholat itu dalam kaidah kebisajadian. Karena kebenaran yang mutlak hanya Allah yang tahu. Setidaknya kita sudah berusaha memikirkan ayat (tanda) kebesaran Allah sebagai tanda syukur padaNya.

Banyuwangi-Malang 2013-2016