Wednesday, February 3, 2016

IKATAN DAN KESETIMBANGAN KIMIA SEBUAH PERKAWINAN

IKATAN DAN KESETIMBANGAN KIMIA SEBUAH PERKAWINAN
By: HISTISHA NR.


Mengingat kembali pada salah satu pelajaran SMA disiplin Ilmu Pengetahuan Alam, yaitu Kimia. Di sana terdapat sebuah istilah dasar yang disebut dengan ikatan kimia. Sebuah ikatan yang terjadi antara dua atau lebih unsur dengan muatan berbeda, sehingga membentuk molekul. Misalnya:

2H+ + O2- à H2O (Air)
1/2H2 + 1/2O2 à HO (Hidrogen Monoksida)
H2 + O2 à H2O2 (Hidrogen Peroksida)

Melihat contoh di atas; meski pada dasarnya ketiga reaksi kimia tersebut berangkat dari unsur-unsur yang sama, yakni atom hidrogen dan atom oksigen, tapi pada kenyataan reaktan (hasil reaksi) yang terbentuk berbeda. Hal itu karena adanya koefisien atau kadar atom yang berbeda guna menyesuaikan valensi agar diraih kesetimbangan, antara jumlah valensi atom-atom yang direaksikan dengan reaktan.

H+ + I- à HI (Asam Iodida)
C4+ + N-3 à CN- (Sianida)

Pada contoh di atas, kasus asam iodida dan ketiga reaksi sebelumnya mengalami kesetimbangan dengan muatan nol (0) pada reaktan. Sedangkan pada sianida bermuatan min satu (-1).

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya
Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga
Kacang manut lanjaran

Atau masih banyak pepatah yang sepadan lainnya. Yang jelas maksud dari kesemuanya itu hanya satu: anak itu mewarisi sifat orang tua. Jika secara biologi, hal ini masuk kategori pembahasan genetika Mendel, kali ini kita akan menelisik dari sudut pandang yang berbeda melalui ikatan kimia dalam pelajaran Kimia.
Sebuah ikatan kimia sebagaimana devinisinya, hanya akan terjadi jika antara unsur-unsur yang direaksikan memiliki valensi (muatan) berbeda. Sama bukan dengan yang terjadi pada perkawinan?? Khususnya manusia. Secara anatomi maupun fisiologi, terdapat perbedaan yang mencolok antara kaum Adam dengan Hawa. Sehingga, secara normal dalam sebuah perkawinan, pasangan Adam dan Hawa akan mengalami reaksi yang itu dapat meleburkan bagian-bagian dari keduanya sehingga terbentuk reaktan yang mewakili perpaduan parental (induk), sebut saja dengan filial (keturunan) atau anak.

Koefisien yang disandang oleh atom, besar kecilnya akan berpengaruh pada reaktan. Artinya, bibit parental yang memiliki kualitas dan kuantitas tinggi juga akan membuahkan hasil (filial) yang tinggi pula kualitas dan kuantitsnya, dan sebaliknya. Karena, dalam setiap reaksi kimia selalu mengalami kesetimbangan. Itulah kenapa muncul ragam pepatah di atas, bahwa apa-apa yang berlaku pada orang tua suatu saat akan ada repetisi oleh keturunannya. Sebabnya, diperlukan kematangan IQ, EQ, dan SQ sebelum kita memutuskan untuk berjelajah dalam dunia perkawinan. Sehingga, perkawinan bukan sekadar sebagai pelampiasan pemenuh kebutuhan cinta dan saling memiliki atau pemuas kebutuhan seksual dalam arti kepuasan saja, melainkan ada tanggung jawab di sana untuk mengupayakan pelestarian generasi penerus yang berkualitas dan mampu mengemban amanah sebagai khalifatullah di bumi.

So, sobat... yang belum terlanjur melangkah pada petualangan pernikahan yang penuh tantangan ini, persiapkan diri kita sebaik mungkin. Karena meski Tuhan selalu memberikan jalan pada setiap niatan, niat yang baik tetap butuh perencanaan yang baik dan matang. Ibarat kita mendaki ondho (tangga), kita lebih dulu harus menyiapkan gigi-giginya yang kuat dan menatanya serapi mungkin. Sehingga, selesai satu gigi dipijaki, gigi bagian atas siap menyambut langkah kita, dan kita pun tak akan terjatuh karena gigi-gigi kokoh tangga yang terpasang kuat tak akan mudah patah.

Dan bagi yang sudah terlanjur menikah, jangan khawatir sobat, better late than never. J J J Masih ada ksempatan untuk mensiasati kesetimbangan kimia dalam perkawinan kita. Hukum Kesetimbangan Kimia, masih ingat bukan? Di sana disediakan beberapa alternatif untuk menggeser panah kesetimbangan. Bisa dengan memberikan tekanan, menambah atau mengurangi koefisien, dan atau dengan menambah atom lain. Jadi, jika kita merasa kurang baik, kita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki keturunan kita. Bukankah Tuhan amat baik hati, sobat! Asal ada kemauan dan usaha, pasti jalan Tuhan akan segera tampak terang dengan cahayanya.

Jika disandingkan dengan teori cinta seorang Filsuf Ibnu Miskawaih, perkawinan yang direncanakan seperti inilah yang masuk kategori cinta keempat; lambat melekat dan lambat pudar. Lambat melekat karena memerlukan perencanaan, pertimbangan, dan persiapan yang matang; dan lambat pudar karena menyadari akan adanya tanggung jawab dalam sebuah pernikahan, yang harus dipenuhi oleh pasangan Adam-Hawa. Sehingga, ketika sudah terlanjur menikah, kita tidak terburu-buru memutuskan perceraian sebagai jalan satu-satunya ketika menghadapi batu loncatan dalam rumah tangga. Hal ini pula yang dapat membangun kedewasaan dalam sebuah hubungan, sehingga benar-benar pasangan yang demikian mampu menjadi cerminan dari sifat Rahman, Rahim, Wadud, dan yang serupa dari nama-nama agung Tuhan Pemilik semesta.

Wallahu a'lam bishshawab...

LTPLM, 04 Februari 2016



No comments:

Post a Comment