Sunday, June 28, 2015

AKTUALISASI DIRI TOKOH SYEKH ABDUL QADIR AL-JILANI DALAM KITAB NURUL BURHANIY


PROPOSAL

AKTUALISASI DIRI TOKOH SYEKH ABDUL QADIR AL-JILANI DALAM KITAB NURUL BURHANIY

(Kajian Humanistik Psikologi Sastra Abraham Maslow)

Dosen Pembimbing :
M. Anwar Mas’adi, M.A.



Oleh :
Himatul Istiqomah
NIM : 12310079


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA
UNIVRSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015




 
1.1        LATAR BELAKANG

Merujuk pada kajian sastra, terdapat banyak hal yang bisa dianalisis.  Sebagai objek penelitian dan piranti pengembangan dunia keilmuan, sastra bisa ditelaah melalui sudut pandang pengarangnya “ekspresif,” dari sisi pembacanya “pragmatik” maupun dari karya sastra itu sendiri “objektif,” yang masing-masing memiliki keberagaman yang unik dan kaya akan informasi pengetahuan.

Lahirnya sebuah karya sastra merupakan hasil refleksi lingkungan dan kebudayaan manusia yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan, yang dikemas menggunakan bahasa yang indah sehingga mampu memengaruhi jiwa dan bersifat mendidik. Menurut A. Teeuw. (1988 : 20-21), kata sastra berasal dari bahasa Sanskerta. Akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi.” Akhiran -tra biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran. Sedangkan jika mengacu pada Aristoteles (dalam Budianta, dkk, 2003 : 7), maka sastra diartikan sebagai suatu karya yang “menyampaikan suatu jenis pengetahuan yang tidak bisa disampaikan dengan cara lain,” yakni suatu cara yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan pembacanya.

Seiring perkembangan zaman, sebutan karya sastra tidak hanya berkutat pada karya lisan saja, melainkan juga tulisan. Namun, tidak semua tulisan terkategorikan ke dalam karya sastra. Perbedaan yang paling mencolok antara keduanya, secara fisik terletak pada penggunaan bahasa dan secara batin terletak pada unsur estetika. Penggunaan bahasa yang bebas dan mengandung unsur diksi serta makna yang estetis, keduanya hanya ditemui dalam karya sastra. Sementara karya bukan sastra, bahasanya terikat dan cenderung bersifat informatif saja.

Beralih pada bahasa Arab, istilah sastra dalam Kamus Adib Bisri dan Munawwir (1999 : 312) dipadankan dengan kata al-adabu (الأدب) yang juga berkaitan dengan kata الأدب yang artinya tatakrama. Hal itu sebagaimana pendapat A. Teeuw (1998 : 21), bahwasannya dalam bahasa Arab kata yang paling dekat dengan sastra adalah adab.  Dalam arti sempit adab berarti  belles-letters  atau susastra, yang sekaligus berarti kebudayaan, sivilisasi, atau dengan kata Arab lain tamaddun. Dituturkan oleh Abdul Aziz (dalam Muzakki, 2011 : 27), pada abad ke -3 H, penggunaan kata adab hanya dikhususkan untuk pengajaran sastra, yaitu syair dan prosa serta yang terkait dengannya. Aziz juga menambahkan bahwa adab adalah setiap syair atau prosa yang diungkapkan dengan gaya bahasa yang indah, dapat memengaruhi jiwa dan mendidik budi pekerti untuk berakhlak mulia dan menjauhi akhlak tercela. Budianta (2003) menyebut fungsi adab atau sastra tersebut sebagai Dulce et Utile, yangmana disebut sastra jika suatu karya itu memiliki nilai-nilai yang sifatnya menghibur dan mendidik.  

Dalam Muzakki (2011 : 40), menurut sastrawan Arab terdapat dua klasifikasi yang sangat dominan terhadap karya sastra Arab, yaitu: puisi yang disebut dengan al-syi‘ru (الشعر) dan prosa yang disebut dengan  al-natsru (النثر). Jika syair merupakan suatu bentuk karya sastra yang terikat dengan rima dan sajak, maka prosa adalah kebalikannya, yaitu bentuk karya sastra yang bebas tanpa ada keterikatan rima dan tidak pula bersajak.

Prosa merupakan salah satu hasil karya sastra yang terkenal di kalangan masyarakat Arab selain syair. Sama halnya dengan syair, dalam prosa juga terdapat rangkaian diksi dan pilihan style yang digunakan pengarang maupun penulis sastra untuk menguraikan serba ragamnya informasi mengenai gambaran kehidupan bangsa Arab kala itu, mulai dari kebudayaan, peradaban, fakta sosial, politik, bahkan informasi tokoh-tokoh ternama yang berkontribusi besar seputar kemajuan bangsa Arab,  yang terkemas dalam sejarah. Salah satu dari tokoh ternama itu adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, selaku Abu al-Auliya’ (bapaknya para wali) yang sangat gigih meneruskan perjuangan Nabi Muhammad Saw dalam menyebarkan dakwah Islam, yang sebagian riwayatnya terabadikan dalam kitab Manaqib, Nurul Burhaniy.

Kitab Nurul Burhaniy merupakan salah satu kitab Manaqib yang mengupas seputar riwayat Syekh Abdul Qadir Al-Jilani semasa hidupnya, berbentuk prosa berbahasa Arab dengan terjemahan berbahasa Jawa. Sebagai waliyullah, Al-Jilani diriwayatkan memiliki beberapa kepribadian yang berbeda dengan manusia pada umumnya. Kepribadian Al-Jilani   adakalanya terbentuk melalui lingkungan hidup dan kontak sosial maupun pemberian langsung dari Sang Khaliq Allah Swt atau yang disebut karamah. Kepribadian itulah yang mendasari setiap gagasan maupun tindakan Al-Jilani   yang di luar kewajaran, sehingga mengundang respon positif maupun negatif dari masyarakat sekitar yang menanggapinya. Dalam kitab ini juga disebutkan bahwasanya Al-Jilani telah berhasil mencapai puncak kebutuhan manusia, yaitu aktualisasi diri. Sebagaimana digambarkan oleh pakar psikologi humanistik, Abraham Maslow (1998), aktualisasi diri berada di bagian ujung piramida  pada tatanan hierarki kebutuhan manusia, yangmana sangat sedikit orang yang mampu sampai pada level ini.

Bukti aktualisasi diri dari sosok Al-Jilani yang ditulis dalam karya sastra prosa inilah yang menjadi objek kajian peneliti, dengan alasan: (1) menguak kejiwaan Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dalam mengaktualisasikan diri sehingga bisa meneladani kepribadiannya; (2) mengaca pada cara Al-Jilani   menyikapi masalah yang timbul ketika terjadi kontak sosial; (3) sebagai modal mengalihbahsakan Syair Manaqib Akbar Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dan terjemahan kitab Nurul Burhaniy ke dalam bahasa Indonesia, agar para pembaca awam di kampung peneliti tidak hanya bisa melantunkan lafalnya tetapi juga memahami maksud dan isi dari Manaqib tersebut. Sehingga pembaca pun bisa totalitas ketika ber-tawasul melalui Syekh Abdul Qadir Al-Jilani. 

1.2        RUMUSAN MASALAH

Aktualisasi diri merupakan bagian tertinggi dalam hierarki kebutuhan manusia yang di gagas oleh Maslow. Tidak banyak orang yang mampu menyentuh puncak kebutuhan tersebut, karena sering kali seseorang berhenti pada tahap kebutuhan akan penghargaan. Untuk mencapai tahapan-tahapan dalam hierarki tersebut pun diperlukan peranan  motivasi yang cukup.   Berdasarkan paparan tersebut permasalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 

1.     Apa yang memotivasi Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dalam pencapaian level aktualisasi diri berdasarkan teori Maslow?
2.   Bagaimana bentuk aktualisasi diri yang telah dicapai oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, berdasarkan hierarki kebutuhan milik Maslow?

1.3        TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan paparan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian yang peneliti rumuskan adalah sebagai berikut :

1.      Untuk mengetahui hal-hal yang memotivasi Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dalam pencapaian level aktualisasi diri berdasarkan teori Maslow.
2.      Untuk mengetahui bentuk aktualisasi diri yang telah dicapai oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, berdasarkan hierarki kebutuhan milik Maslow.

1.4        MANFAAT PENELITIAN

Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini akan memeberi kegunaan baik secara teoretis maupun praktis sebagai berikut:

a)      Kegunaan teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah studi kesastraan Arab dan apresiasi pembaca terhadap karya sastra yang berbentuk prosa. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran yang komprehensif tentang pentingnya menguak sisi psikologis tokoh, yang melatarbelakangi setiap perwatakan dan kepribadian yang dimilikinya serta tindakan yang dilakukannya terutama perihal keberhasilan mengaktualisasikan diri. Sehingga penikmat sastra bisa memperkaya wawasan dan motivasi positif melalui pembelajaran karakter atau kondisi psikis seorang tokoh di dunia fiksi atau catatan sejarah, untuk selanjutnya menjadi tolok ukur ketika terjun di dunia nyata.

b)      Kegunaan praktis

·         Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan minimal dapat dijadikan acuan tambahan untuk bahan perkuliahan teori sastra dan apresiasi prosa seputar tokoh-tokoh penting Islam khususnya dan tokoh-tokoh sukses lain umumnya, terutama yang berkutat pada telaah psikologi sastra “objektif.”

·         Bagi para pecinta dan pemerhati sastra, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian mengenai pentingnya menguak sisi psikologis tokoh, yang melatarbelakangi setiap perwatakan yang dimilikinya, tindakan yang dilakukannya serta kesuksesan yang berhasil diraihnya, dalam karya sastra prosa maupun sumber bacaan lain melalui kegiatan apresiasi sastra ataupun forum diskusi sastra.

·         Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi modal mengalihbahsakan Syair Manaqib Akbar dan  terjemahan kitab Nurul Burhaniy ke dalam bahasa Indonesia, agar para pembaca awam di kampungnya tidak hanya mahir melantunkan lafalnya tetapi juga memahami maksud dan isi dari Manaqib tersebut.

·         Bagi pembaca sekaligus peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tambahan akan pentingnya kajian terhadap karya sastra khususnya yang berhubungan dengan psikologi tokoh dalam prosa. Hasil penelitian ini juga diharapkan bisa memotivasi peneliti sastra selanjutnya sebagai bahan referensi untuk penelitian karya sastra lain dengan menggunakan analisis psikologi tokoh seputar tokoh-tokoh yang telah berhasil mencapai tahapan aktualisasi diri.

1.5        LANDASAN TEORI

A.    PSIKOLOGI SASTRA

Mengacu pada Aristoteles (dalam Budianta, dkk, 2003 : 7), sastra diartikan sebagai suatu karya yang “menyampaikan suatu jenis pengetahuan yang tidak bisa disampaikan dengan cara lain,” yakni suatu cara yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan pembacanya. Budianta (2003) menuturkan bahwa sebuah karya sastra itu memiliki fungsi dulce et utile. Sedangkan untuk istilah psikologi, menurut Siswantoro (2005 : 26), psikologi adalah ilmu jiwa yang menekankan perhatian studinya pada manusia, terutama pada perilaku manusia (human behavior or action) dan kejiwaannya (psyche). Hal ini dapat dipahami bahwa perilaku merupakan sebuah fenomena yang dapat diamati dan tidak abstrak.

Menurut Siswantoro (2005 : 29), secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi karena sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni (art), sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang prilaku manusia dan proses mental. Tetapi keduanya memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber penelitian. Bicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat karena psikologi mempelajari perilaku manusia yang tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya. 

Sisi psikologis dalam sebuah karya sastra selain berperan sebagai dorongan yang melatarbelakangi seorang sastrawan menuangkan ide dan imajinasinya, ia juga mendominasi perwatakan dan tindakan tokoh-tokoh dalam karya sastra. kejiwaan yang dimiliki seorang pemerhati sastra pun turut andil dalam mengapresiasi suatu karya sastra. Hal itu adalah bukti bahwa lahirnya sebuah karya sastra tidak pernah lepas dari faktor psikologis. Simbiosis tersebut yang menjadikan posisi psikologi layak sebagai alat atau media dalam metodologi penelitian sastra, sehingga muncul teori dan metode penelitian multi disiplin, psikologi sastra. 

Menurut Endraswara (2003 : 96), psikologi satra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra yang memandang suatu karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Mempelajari psikologi sastra sama halnya mempelajari manusia dari sisi dalam. Minderop (2010 : 59), mensiyalir bahwasannya daya tarik psikologi sastra ialah pada masalah manusia dengan potret jiwa. Sehingga penelitian psikologi sastra menurut Ratna (2007 : 343,350) dapat dilakukakn dengan analisis teks yang mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis, yang objek kajiannya berupa aspek-aspek kemanusiaan mencakup kejiwaan.

Terdapat tiga langkah dalam memahami teori psikologi sastra sebagaimana disebutkan Endraswara (dalam Minderop 2010 : 59), pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap suatu karya sastra. Ke dua, terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian menentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk digunakan. Ke tiga, secara simultan menemukan teori dan objek penelitian. Sementara Ratna (2007 : 344) menambahkan, cara-cara melakukan penelitian psikologi sastra adalah dengan menempatkan karya sastra sebagai gejala dinamis yang menentukan teori, bukan sebaliknya.

Adapun untuk teori psikologi sastra yang dipakai dalam penelitian ini adalah milik Abraham Maslow. Pembahasan Maslow ditekankan pada kajian psikologi humanistik, (dalam Prawira : 2012 : 205) memanusiakan manusia dan mengakui adanya eksistensi positif dan determinan (homo ludens) dengan menitikberatkan pada bahasan motivasi serta hierarki kebutuhan manusia, yang salah satunya adalah level aktualisasi diri.

B.     TEORI ABRAHAM MASLOW

Abraham Maslow sebagaimana disebutkan oleh Jarviss (2010 : 93) adalah seorang tokoh penting dalam psikologi humanistik. Sebagai bapak spiritual dari psikologi humanistik, disebutkan dalam Koeswara (1989 : 223-224), Maslow mengembangkan teori motivasi atau teori kepribadian dengan bertumpu pada sejumlah anggapan dasarnya mengenai manusia dan tingkah laku yang khas pada ajaran psikologi humanistik, yaitu:

1.      Prinsip holistik. Teori motivasi yang komprehensif akan terbentuk hanya apabila manusia dipandang atau dipelajari sebagai suatu kesatuan utuh, bukan sebagai jumlah dari bagian-bagian. Sehingga, menurut Maslow, motivasi mempengaruhi individu secara keseluruhan dan bukan sebagian.

2.      Menolak Riset Binatang. Psikologi humanistik menolak riset binatang yang memandang manusia sebagai mesin dan mata rantai refleks-conditioning, bahkan ia memandang karateristik manusia yang unik seperti idea, nilai-nilai, keberanian, cinta, humor, cemburu, dosa, puisi, musik, ilmu, dan hasil kerja berfikir lainnya.
 
3.      Menekankan Kesehatan Psikologis. Pendekatan humanistik mengarahkan pusat perhatiannya kepada orang-orang yang berjiwa sehat dan matang, kreatif dan mampu mengaktualisasi diri.

4.      Manusia pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat atau merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.

5.      Manusia memiliki potensi kreatif, yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi orang yang memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.

Terdapat lima level kebutuhan manusia dalam hierarchy of needs (hierarki kebutuhan) yang diklasifikasikan oleh Maslow dalam bukunya Maslow On Management (1998) sebagaimana gambar berikut:

 


1.      Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan mendasar yang tampak jelas di antara kebutuhan lainnya. Pada tingkat ini: makanan, minuman, tempat berteduh dan hubungan seksual merupakan bagian dari kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidup secara fisik. Di antara sekian banyak kebutuhan fisik, makanan adalah yang paling pokok; baru kemudian pakaian, rumah, dan lainnya. Kebutuhan ini sangat berbeda dengan kebutuhan lain, karena harus selalu terpenuhi dan akan terus berulang-ulang.
Selama hidupnya, Maslow (dalam Sobur : 2011 : 275) beranggapan bahwa praktis manusia selalu mendambakan sesuatu. Manusia adalah binatang yang berhasrat dan jarang mencapai taraf kepuasan yang sempurna, kecuali untuk suatu saat yang terbatas. Begitu satu hasrat berhasil dipuaskan, segera muncul hasrat lain sebagai gantinya. 

2.      Kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Menurut Maslow, kebutuhan ini sudah dirasakan individu sejak kecil ketika ia mengeksplorasi lingkungannya. Kebutuhan ini meliputi keamanan fisik, stabilitas, perlindungan dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam.

3.      Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (social needs). Maslow mengatakan bahwa kebutuhan ini dapat diperoleh kepuasannya melalui berteman, berkeluarga, atau berorganisasi.

4.      Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs). Maslow membagi kebutuhan ini dalam dua kategori. Pertama, didasarkan atas respek terhadap kemampuan, kemandirian, dan perwujudan diri. Ke dua, didasarkan atas penilaian oranglain. Hal ini tampak pada adanya upaya untuk mengapresiasikan diri dan mempertahankan status.  

5.      Kebutuhan akan aktualisasi-diri (self-actualization needs). Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri. Ia berasumsi bahwa setiap manusia memiliki hakikat intrinsik yang baik, dan itu memungkinkan untuk mewujudkan perkembangan. Perkembangan yang sehat terjadi bila manusia mengaktualisasikan diri dan mewujudkan segenap potensinya. Orang yang mengaktualisasikan diri dimotivasi oleh metakebutuhan-metakebutuhan yang berorientasi pada penyesuaian kehidupan individu dengan kecenderungan aktualisasi diri yang unik dan ditujukan untuk meningkatkan pengalaman atau ketegangan yang mengarah pada pertumbuhan dalam diri.

Menurut Maslow (dalam Sobur : 2011 : 276, 279), kebutuhan dasar (kebutuhan fisiologi dan rasa aman) harus lebih dulu dipenuhi sebelum beranjak pada pemenuhan kebutuhan psikologis (kebutuhan akan cinta, menjadi anggota kelompok, dan pengakuan atau harga diri). Setelah semua kebutuhan itu terpenuhi, barulah timbul kebutuhan akan aktualisasi diri. Namun hanya sedikit orang yang bisa mencapai aktualisasi diri sepenuhnya, disebabkan hal-hal sebagai berikut:

1.      Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah yang paling lemah, sehingga dapat dikuasai oleh kebiasaan, tekanan, kebudayaan, dan sikap yang salah terhadap aktualisasi diri.
2.      Adanya ketakutan seseorang untuk mengetahui jati dirinya.
3.      Aktualisasi diri memerlukan lingkungan yang bisa memberikan kebebasan kepada seseorang untuk mengungkapkan dirinya, menjelajah, memilih perilaku, dan mengejar nilai-nilai, seperti kebenaran , keadilan dan kejujuran.

Maslow (dalam Jarviss : 2010 : 95) menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasaikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan oleh Maslow, terdapat 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri, yaitu:

1.      Berorientasi secara Realistik
2.      Mengakui sifat dasar manusia
3.      Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran
4.      Memusatkan diri pada masalah dan bukan pada diri sendiri
5.      Membutuhkan privasi dan independensi
6.      Berfungsi secara otonom terhadap lingkungan sosial dan fisik
7.      Apresiasi yang senantiasa segar
8.      Mengalami pengalaman-pengalaman puncak (peak experiences)
9.      Minat sosial
10.  Hubungan antarpribadi yang kuat
11.  Struktur watak demokratis
12.  Mampu mengintegrasikan sarana dan tujuan
13.  Selera humor yang tidak menimbulkan permusuhan
14.  Sangat kreatif
15.  Menentang konformitas terhadap kebudayaan
 

1.1        METODOLOGI PENELITIAN

Peneltian adalah proses yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk meningkatkan pemahaman pada suatu topik. Penelitian menjadi penting karena beberapa alasan, diantaranya penelitian dapat menambah pengetahuan. Penelitian juga meningkatkan praktik, karena penelitian memberikan ide-ide baru sebagai bahan penambah kazanah keilmuan.

Pada tahap ini, untuk menganalisis motivasi serta bentuk aktualisasi diri Syekh Abdul Qadir al-Jilaniy peneliti menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yang menggunakan metode penelitian psikologis kualitatif, karena penelitian ini didasarkan pada beberapa konsep dan prinsip penelitian kualitatif. Penekatan kualitatif ini ruang lingkupnya memang tidak terlalu luas tetapi dengan ini justru akan didapatkan pemahaman mendalam terhadap objek yang di kaji (Muhammad, 2011:34). Adapun pendekatannya menggunakan psikologis objektif yang dianalisis melalui psikologi sastra secara deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang terkandaung dalam teks yang diteliti secara kritis mendalam melalui sumber primer dan didukung dengan adanya sumber skunder yang mendukung dalam teori yang sedang diteliti.

Sumber data dalam penelitian ini adakalanya primer dan sekunder. Peneliti memperoleh data primer dari Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jilani yang berbentuk prosa dalam kitab Nurul Burhaniy fi At-Tarjamati Al-Lujjaini Ad-daniy milik Abi Luthfi Al-Hakim Mushlih bin Abdurahman Al-Maraqiy, tahun 1383, penerbit: Griya Putra Semarang. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari buku-buku yang mencakup bahasan penelitian ini, yaitu teori penelitian sastra, teori penelitian psikologi sastra dan teori-teori dalam disiplin ilmu psikologi.

Karena ini merupakan penelitian kepustakaan, maka untuk memudahkan penelitiannya, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data pustaka. Pengumpulan data bersumber dari literatur-literatur kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, baik yang berada di pusat maupun di fakultas humaniora dan psikologi. Sebagai bandingannya, peneliti juga melakukan studi pustaka di Perpustakaan Pusat Kota Malang dan SAC Sastra Arab Universitas Negeri Malang.

Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Karena penelitian ini adalah penelitian sastra, maka analisisnya dimulai sejak pengumpulan data. Adapun rumusan analisis yang digunakan peneliti adalah sebagaimana dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Siswantoro : 2005 : 67-68), yaitu: (1) pengumpulan data, (2) seleksi data, (3) penarikan kesimpulan, dan (4) pengabsahan.  

1.2        SISTEMATIKA PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memerlukan tahapan-tahapan tertentu untuk mencapai hasil yang diinginkan. Oleh karena itu peneliti  menyertakan sistematika penulisan dalam penyusunan penelitian ini, sehingga lebih memudahkan peneliti dalam mencapai hasil yang dikehendaki. Adapaun sistematika tersebut terbagi menjadi tiga bab yaitu: bab I pendahuluan, bab II hasil penelitian, bab III penutup, dan daftar pustaka.

Bab pertama berisi pendahuluan, yang terdiri atas: (a) Latar belakang, berisi alasan-alasan masalah yang dirumuskan sehingga perlu untuk dipecahkan. (b) Rumusan masalah, berisi pokok-pokok masalah yang hendak diteliti yang dirumuskan menggunakan kalimat-kalimat pertanyaan operasional. (c) Tujuan penelitian, merupakan kalimat pernyataan dari rumusan masalah. Oleh karena itu, tujuan penelitian merupakan rumusan kalimat operasioanal mengenai tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti. (e) Landasan teori, mencakup pemaparan teori-teori yang mendukung peneliti dalam penelitian ini. (f) Metode penelitian, berisi paparan metode yang relevan dengan teori yang dipakai dalam penelitian ini. Di sisni juga dijelaskan mengenai jenis penelitian, bentuk penelitian, sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik penyajian analisis data, dan penarikan kesimpulan. (g) Sistematika penelitian, berupa penjelasan yang memuat susunan pendahuluan, landasan teori, metode penelitian, hasil analisis dan pembahasan, serta simpulan dan saran, dalam urutan yang sistematis.

Bab ke dua berisi hasil penelitian, yaitu isi penelitian setelah dilakukan analisis sesuai dengan teori dan metode dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini mencakup paparan bukti aktualisasi diri yang telah dicapai oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, berdasarkan hierarki kebutuhan milik Maslow dan hal-hal yang memotivasi Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dalam pencapaian tahap aktualisasi diri tersebut, sesuai isi kitab Nurul Burhaniy fi At-Tarjamati Al-Lujjaini Ad-daniy milik Abi Luthfi Al-Hakim Mushlih bin Abdurahman Al-Maraqiy.

Bab ke tiga merupakan bagian akhir dari sistematika penulisan penelitian ini, yang memuat simpulan dari semua masalah yang dianalisis. Disamping itu, terdapat saran-saran dari peneliti yang berhubungan dengan penulisan dan penelitian selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA


A. Teeuw. 1988. Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: PT Kiblat Buku Utama.
Bisri, Adib dan Munawwir AF. 1999. Kamus Al-Bisri Arab-Indonesia Indonesia –Arab. Surabaya: Pustaka Progressif.
Budianta, Melani. Dkk. 2003. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguru an Tinggi). Magelang: Indonesia Siatera.
Endrswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: PT Buku Kita.
Jarvis, Matt. 2010. Teori-Teori Psikologi Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan & Pikiran Manusia. Bandung: Nusa Media.
Maslow, Abraham H. 1998. Maslow On Management. Kanada: John Wiley and Sons.Inc
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra Karya Sastra, Metode, Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor.
Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Muzakki, Akhmad. 2011. Pengantar Teori Sastra Arab. Malang: UIN-MALIKI Press.
Prawira, Purwa atmaja. 2012. Psikologi Umum dengan Perspektif Baru. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Yogyakarta: Muhammadiyah University Press.
Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
 

No comments:

Post a Comment