PROPOSAL
AKTUALISASI DIRI TOKOH SYEKH ABDUL QADIR
AL-JILANI DALAM KITAB NURUL BURHANIY
(Kajian Humanistik Psikologi Sastra Abraham
Maslow)
Dosen Pembimbing :
M. Anwar Mas’adi, M.A.
Oleh :
Himatul Istiqomah
NIM : 12310079
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA
UNIVRSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
1.1
LATAR BELAKANG
Merujuk pada kajian sastra, terdapat banyak hal yang bisa dianalisis. Sebagai objek penelitian
dan piranti pengembangan dunia keilmuan, sastra bisa ditelaah melalui sudut
pandang pengarangnya “ekspresif,” dari sisi pembacanya “pragmatik” maupun dari
karya sastra itu sendiri “objektif,” yang masing-masing memiliki keberagaman
yang unik dan kaya akan informasi pengetahuan.
Lahirnya sebuah karya sastra merupakan hasil refleksi lingkungan dan
kebudayaan manusia yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan, yang dikemas
menggunakan bahasa yang indah sehingga mampu memengaruhi jiwa dan bersifat
mendidik. Menurut A. Teeuw. (1988 : 20-21), kata sastra berasal dari bahasa Sanskerta.
Akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti “mengarahkan, mengajar, memberi
petunjuk atau instruksi.” Akhiran -tra biasanya menunjukkan alat, sarana.
Maka dari itu sastra dapat berarti “alat untuk
mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran. Sedangkan jika mengacu pada Aristoteles (dalam Budianta, dkk, 2003 : 7),
maka sastra diartikan sebagai suatu karya yang “menyampaikan suatu jenis
pengetahuan yang tidak bisa disampaikan dengan cara lain,” yakni suatu cara
yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan
pembacanya.
Seiring perkembangan zaman, sebutan karya sastra tidak hanya berkutat pada
karya lisan saja, melainkan juga tulisan. Namun, tidak semua tulisan
terkategorikan ke dalam karya sastra. Perbedaan yang paling mencolok antara keduanya,
secara fisik terletak pada penggunaan bahasa dan secara batin terletak pada
unsur estetika. Penggunaan bahasa yang bebas dan mengandung unsur diksi serta
makna yang estetis, keduanya hanya ditemui dalam karya sastra. Sementara karya
bukan sastra, bahasanya terikat dan cenderung bersifat informatif saja.
Beralih pada bahasa Arab, istilah sastra dalam Kamus Adib Bisri dan
Munawwir (1999 : 312) dipadankan dengan kata al-adabu (الأدب)
yang juga berkaitan dengan kata الأدب yang
artinya tatakrama. Hal itu sebagaimana pendapat A. Teeuw (1998 : 21),
bahwasannya dalam bahasa Arab kata yang paling dekat dengan sastra adalah adab. Dalam arti sempit adab berarti belles-letters atau susastra, yang sekaligus berarti
kebudayaan, sivilisasi, atau dengan kata Arab lain tamaddun. Dituturkan
oleh Abdul Aziz (dalam Muzakki, 2011 : 27), pada abad ke -3 H, penggunaan kata adab
hanya dikhususkan untuk pengajaran sastra, yaitu syair dan prosa serta yang
terkait dengannya. Aziz juga menambahkan bahwa adab adalah setiap syair
atau prosa yang diungkapkan dengan gaya bahasa yang indah, dapat memengaruhi
jiwa dan mendidik budi pekerti untuk berakhlak mulia dan menjauhi akhlak
tercela. Budianta (2003) menyebut fungsi adab atau sastra tersebut
sebagai Dulce et Utile, yangmana disebut sastra jika suatu karya itu
memiliki nilai-nilai yang sifatnya menghibur dan mendidik.
Dalam Muzakki (2011 : 40), menurut sastrawan Arab terdapat dua klasifikasi yang sangat dominan terhadap
karya sastra Arab, yaitu: puisi yang disebut dengan al-syi‘ru (الشعر) dan prosa yang disebut dengan al-natsru (النثر). Jika syair merupakan suatu
bentuk karya sastra yang terikat dengan rima dan sajak, maka prosa adalah
kebalikannya, yaitu bentuk karya sastra yang bebas tanpa ada keterikatan rima
dan tidak pula bersajak.
Prosa merupakan salah satu hasil karya sastra yang terkenal di kalangan
masyarakat Arab selain syair. Sama halnya dengan syair, dalam prosa juga
terdapat rangkaian diksi dan pilihan style yang digunakan pengarang maupun
penulis sastra untuk menguraikan serba ragamnya informasi mengenai gambaran
kehidupan bangsa Arab kala itu, mulai dari kebudayaan, peradaban, fakta sosial,
politik, bahkan informasi tokoh-tokoh ternama yang berkontribusi besar seputar
kemajuan bangsa Arab, yang terkemas
dalam sejarah. Salah satu dari tokoh ternama itu adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jilani,
selaku Abu al-Auliya’ (bapaknya para wali) yang sangat gigih meneruskan
perjuangan Nabi Muhammad Saw dalam menyebarkan dakwah Islam, yang sebagian
riwayatnya terabadikan dalam kitab Manaqib, Nurul Burhaniy.
Kitab Nurul Burhaniy merupakan salah satu kitab Manaqib yang
mengupas seputar riwayat Syekh Abdul Qadir Al-Jilani semasa hidupnya, berbentuk
prosa berbahasa Arab dengan terjemahan berbahasa Jawa. Sebagai waliyullah,
Al-Jilani diriwayatkan memiliki beberapa kepribadian yang berbeda dengan
manusia pada umumnya. Kepribadian Al-Jilani adakalanya
terbentuk melalui lingkungan hidup dan kontak sosial maupun pemberian langsung
dari Sang Khaliq Allah Swt atau yang disebut karamah. Kepribadian itulah
yang mendasari setiap gagasan maupun tindakan Al-Jilani yang di
luar kewajaran, sehingga mengundang respon positif maupun negatif dari
masyarakat sekitar yang menanggapinya. Dalam kitab ini juga disebutkan
bahwasanya Al-Jilani telah berhasil mencapai puncak kebutuhan manusia, yaitu
aktualisasi diri. Sebagaimana digambarkan oleh pakar psikologi humanistik,
Abraham Maslow (1998), aktualisasi diri berada di bagian ujung piramida pada tatanan hierarki kebutuhan manusia,
yangmana sangat sedikit orang yang mampu sampai pada level ini.
Bukti aktualisasi diri dari sosok Al-Jilani yang ditulis dalam karya sastra
prosa inilah yang menjadi objek kajian peneliti, dengan alasan: (1) menguak
kejiwaan Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dalam mengaktualisasikan diri sehingga
bisa meneladani kepribadiannya; (2) mengaca pada cara Al-Jilani menyikapi masalah yang timbul ketika terjadi
kontak sosial; (3) sebagai modal mengalihbahsakan Syair Manaqib Akbar Syekh
Abdul Qadir Al-Jilani dan terjemahan kitab Nurul Burhaniy ke dalam bahasa
Indonesia, agar para pembaca awam di kampung peneliti tidak hanya bisa melantunkan
lafalnya tetapi juga memahami maksud dan isi dari Manaqib tersebut.
Sehingga pembaca pun bisa totalitas ketika ber-tawasul melalui Syekh
Abdul Qadir Al-Jilani.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Aktualisasi diri merupakan bagian tertinggi dalam hierarki kebutuhan
manusia yang di gagas oleh Maslow. Tidak banyak orang yang mampu menyentuh
puncak kebutuhan tersebut, karena sering kali seseorang berhenti pada tahap kebutuhan
akan penghargaan. Untuk mencapai tahapan-tahapan dalam hierarki tersebut pun diperlukan
peranan motivasi yang cukup. Berdasarkan paparan tersebut permasalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang memotivasi Syekh
Abdul Qadir Al-Jilani dalam pencapaian level aktualisasi diri berdasarkan teori
Maslow?
2. Bagaimana bentuk
aktualisasi diri yang telah dicapai oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jilani,
berdasarkan hierarki kebutuhan milik Maslow?
1.3
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan paparan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian yang
peneliti rumuskan adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui hal-hal yang memotivasi Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dalam pencapaian level
aktualisasi diri berdasarkan teori Maslow.
2.
Untuk mengetahui bentuk aktualisasi diri yang telah dicapai oleh Syekh Abdul Qadir
Al-Jilani, berdasarkan hierarki kebutuhan milik Maslow.
1.4
MANFAAT PENELITIAN
Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini akan
memeberi kegunaan baik secara teoretis maupun praktis sebagai berikut:
a) Kegunaan teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
studi kesastraan Arab dan apresiasi pembaca terhadap karya sastra yang
berbentuk prosa. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
gambaran yang komprehensif tentang pentingnya menguak sisi psikologis tokoh,
yang melatarbelakangi setiap perwatakan dan kepribadian yang dimilikinya serta
tindakan yang dilakukannya terutama perihal keberhasilan mengaktualisasikan
diri. Sehingga penikmat sastra bisa memperkaya wawasan dan motivasi positif
melalui pembelajaran karakter atau kondisi psikis seorang tokoh di dunia fiksi
atau catatan sejarah, untuk selanjutnya menjadi tolok ukur ketika terjun di
dunia nyata.
b) Kegunaan praktis
·
Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini
diharapkan minimal dapat dijadikan acuan tambahan untuk bahan perkuliahan teori
sastra dan apresiasi prosa seputar tokoh-tokoh penting Islam khususnya dan
tokoh-tokoh sukses lain umumnya, terutama yang berkutat pada telaah psikologi
sastra “objektif.”
·
Bagi para pecinta dan pemerhati sastra, hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian mengenai pentingnya menguak
sisi psikologis tokoh, yang melatarbelakangi setiap perwatakan yang
dimilikinya, tindakan yang dilakukannya serta kesuksesan yang berhasil
diraihnya, dalam karya sastra prosa maupun sumber bacaan lain melalui kegiatan
apresiasi sastra ataupun forum diskusi sastra.
·
Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini
diharapkan bisa menjadi modal mengalihbahsakan Syair Manaqib Akbar dan terjemahan
kitab Nurul Burhaniy ke dalam bahasa Indonesia, agar para pembaca awam
di kampungnya tidak hanya mahir melantunkan lafalnya tetapi juga memahami
maksud dan isi dari Manaqib tersebut.
·
Bagi pembaca sekaligus peneliti selanjutnya,
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
tambahan akan pentingnya kajian terhadap karya sastra khususnya yang
berhubungan dengan psikologi tokoh dalam prosa. Hasil penelitian ini juga
diharapkan bisa memotivasi peneliti sastra selanjutnya sebagai bahan referensi
untuk penelitian karya sastra lain dengan menggunakan analisis psikologi tokoh
seputar tokoh-tokoh yang telah berhasil mencapai tahapan aktualisasi diri.
1.5
LANDASAN TEORI
A. PSIKOLOGI SASTRA
Mengacu pada Aristoteles (dalam Budianta, dkk, 2003 : 7), sastra
diartikan sebagai suatu karya yang “menyampaikan suatu jenis pengetahuan yang
tidak bisa disampaikan dengan cara lain,” yakni suatu cara yang memberikan
kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan pembacanya. Budianta
(2003) menuturkan bahwa sebuah karya sastra itu memiliki fungsi dulce et
utile. Sedangkan untuk istilah psikologi, menurut Siswantoro (2005 : 26),
psikologi adalah ilmu jiwa yang menekankan perhatian studinya pada manusia,
terutama pada perilaku manusia (human behavior or action) dan
kejiwaannya (psyche). Hal ini dapat dipahami bahwa perilaku merupakan
sebuah fenomena yang dapat diamati dan tidak abstrak.
Menurut Siswantoro (2005 :
29), secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi karena sastra berhubungan dengan dunia
fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni (art),
sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang prilaku manusia dan
proses mental. Tetapi keduanya memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber penelitian. Bicara
tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat karena psikologi mempelajari perilaku manusia yang tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya.
Sisi psikologis dalam sebuah karya sastra
selain berperan sebagai dorongan yang melatarbelakangi seorang sastrawan menuangkan
ide dan imajinasinya, ia juga mendominasi perwatakan dan tindakan tokoh-tokoh dalam
karya sastra. kejiwaan yang dimiliki seorang pemerhati sastra pun turut andil
dalam mengapresiasi suatu karya sastra. Hal itu adalah bukti bahwa lahirnya sebuah
karya sastra tidak pernah lepas dari faktor psikologis. Simbiosis tersebut yang
menjadikan posisi psikologi layak sebagai alat atau media dalam metodologi penelitian
sastra, sehingga muncul teori dan metode penelitian multi disiplin, psikologi
sastra.
Menurut Endraswara (2003 : 96), psikologi satra adalah sebuah
interdisiplin antara psikologi dan sastra yang memandang suatu karya sastra
sebagai aktivitas kejiwaan. Mempelajari psikologi sastra sama halnya
mempelajari manusia dari sisi dalam. Minderop (2010 : 59), mensiyalir
bahwasannya daya tarik psikologi sastra ialah pada masalah manusia dengan
potret jiwa. Sehingga penelitian psikologi sastra menurut Ratna (2007 : 343,350)
dapat dilakukakn dengan analisis teks yang mempertimbangkan relevansi dan
peranan studi psikologis, yang objek kajiannya berupa aspek-aspek kemanusiaan
mencakup kejiwaan.
Terdapat tiga langkah dalam memahami teori
psikologi sastra sebagaimana disebutkan Endraswara (dalam Minderop 2010 : 59), pertama,
melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap
suatu karya sastra. Ke dua, terlebih dahulu menentukan sebuah karya
sastra sebagai objek penelitian, kemudian menentukan teori-teori psikologi yang
dianggap relevan untuk digunakan. Ke tiga, secara simultan menemukan
teori dan objek penelitian. Sementara Ratna (2007 : 344) menambahkan, cara-cara
melakukan penelitian psikologi sastra adalah dengan menempatkan karya sastra
sebagai gejala dinamis yang menentukan teori, bukan sebaliknya.
Adapun untuk teori psikologi sastra yang
dipakai dalam penelitian ini adalah milik Abraham Maslow. Pembahasan Maslow ditekankan
pada kajian psikologi humanistik, (dalam Prawira : 2012 : 205) memanusiakan
manusia dan mengakui adanya eksistensi positif dan determinan (homo ludens)
dengan menitikberatkan pada bahasan motivasi serta hierarki kebutuhan manusia,
yang salah satunya adalah level aktualisasi diri.
B. TEORI ABRAHAM MASLOW
Abraham Maslow sebagaimana disebutkan oleh
Jarviss (2010 : 93) adalah seorang tokoh penting dalam psikologi humanistik.
Sebagai bapak spiritual dari psikologi humanistik, disebutkan dalam Koeswara
(1989 : 223-224), Maslow mengembangkan teori motivasi atau teori kepribadian
dengan bertumpu pada sejumlah anggapan dasarnya mengenai manusia dan tingkah
laku yang khas pada ajaran psikologi humanistik, yaitu:
1.
Prinsip holistik. Teori motivasi yang komprehensif akan
terbentuk hanya apabila manusia dipandang atau dipelajari sebagai suatu
kesatuan utuh, bukan sebagai jumlah dari bagian-bagian. Sehingga, menurut
Maslow, motivasi mempengaruhi individu secara keseluruhan dan bukan sebagian.
2.
Menolak Riset Binatang. Psikologi humanistik menolak riset binatang yang memandang manusia
sebagai mesin dan mata rantai refleks-conditioning, bahkan ia memandang karateristik manusia yang unik seperti idea, nilai-nilai, keberanian,
cinta, humor, cemburu, dosa, puisi, musik, ilmu, dan hasil kerja berfikir
lainnya.
3.
Menekankan Kesehatan Psikologis.
Pendekatan humanistik mengarahkan pusat perhatiannya kepada orang-orang yang berjiwa sehat dan matang, kreatif dan mampu
mengaktualisasi diri.
4.
Manusia pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya
netral. Kekuatan jahat atau merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh
dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
5.
Manusia memiliki potensi kreatif, yang mengarahkan manusia kepada
pengekspresian dirinya menjadi orang yang memiliki kemampuan
atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
Terdapat lima level kebutuhan manusia dalam hierarchy
of needs (hierarki kebutuhan) yang diklasifikasikan oleh Maslow dalam
bukunya Maslow On Management (1998) sebagaimana gambar berikut:
1. Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan mendasar yang tampak jelas
di antara kebutuhan lainnya. Pada tingkat ini: makanan, minuman, tempat berteduh
dan hubungan seksual merupakan bagian dari kebutuhan manusia untuk
mempertahankan hidup secara fisik. Di antara sekian banyak kebutuhan fisik,
makanan adalah yang paling pokok; baru kemudian pakaian, rumah, dan lainnya. Kebutuhan ini sangat berbeda dengan kebutuhan lain, karena harus
selalu terpenuhi dan akan terus berulang-ulang.
Selama hidupnya, Maslow (dalam Sobur : 2011 :
275) beranggapan bahwa praktis manusia selalu mendambakan sesuatu. Manusia
adalah binatang yang berhasrat dan jarang mencapai taraf kepuasan yang
sempurna, kecuali untuk suatu saat yang terbatas. Begitu satu hasrat berhasil
dipuaskan, segera muncul hasrat lain sebagai gantinya.
2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Menurut Maslow,
kebutuhan ini sudah dirasakan individu sejak kecil ketika ia mengeksplorasi
lingkungannya. Kebutuhan ini meliputi keamanan
fisik, stabilitas, perlindungan dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan
yang mengancam.
3. Kebutuhan akan cinta dan rasa
memiliki (social
needs). Maslow mengatakan bahwa kebutuhan ini dapat diperoleh kepuasannya melalui
berteman, berkeluarga, atau berorganisasi.
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem
needs). Maslow membagi kebutuhan ini dalam dua kategori. Pertama,
didasarkan atas respek terhadap kemampuan, kemandirian, dan perwujudan
diri. Ke dua, didasarkan atas penilaian oranglain. Hal ini tampak pada
adanya upaya untuk mengapresiasikan diri dan mempertahankan status.
5. Kebutuhan akan aktualisasi-diri
(self-actualization needs). Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk menjadi diri sepenuh
kemampuannya sendiri. Ia berasumsi bahwa setiap manusia memiliki hakikat
intrinsik yang baik, dan itu memungkinkan untuk mewujudkan perkembangan.
Perkembangan yang sehat terjadi bila manusia mengaktualisasikan diri dan
mewujudkan segenap potensinya. Orang yang mengaktualisasikan diri dimotivasi
oleh metakebutuhan-metakebutuhan yang berorientasi pada
penyesuaian kehidupan individu dengan kecenderungan aktualisasi diri yang unik dan
ditujukan untuk meningkatkan pengalaman atau ketegangan yang mengarah pada
pertumbuhan dalam diri.
Menurut Maslow (dalam Sobur : 2011 : 276, 279),
kebutuhan dasar (kebutuhan fisiologi dan rasa aman) harus lebih dulu dipenuhi
sebelum beranjak pada pemenuhan kebutuhan psikologis (kebutuhan akan cinta,
menjadi anggota kelompok, dan pengakuan atau harga diri). Setelah semua
kebutuhan itu terpenuhi, barulah timbul kebutuhan akan aktualisasi diri. Namun
hanya sedikit orang yang bisa mencapai aktualisasi diri sepenuhnya, disebabkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah yang paling lemah, sehingga
dapat dikuasai oleh kebiasaan, tekanan, kebudayaan, dan sikap yang salah
terhadap aktualisasi diri.
2. Adanya ketakutan seseorang untuk mengetahui jati dirinya.
3. Aktualisasi diri memerlukan lingkungan yang bisa memberikan kebebasan
kepada seseorang untuk mengungkapkan dirinya, menjelajah, memilih perilaku, dan
mengejar nilai-nilai, seperti kebenaran , keadilan dan kejujuran.
Maslow (dalam Jarviss : 2010 : 95)
menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasaikan diri sebagai orang yang
sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan.
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan oleh Maslow, terdapat 15 ciri
orang yang telah mengaktualisasikan diri, yaitu:
1. Berorientasi
secara Realistik
2.
Mengakui sifat dasar manusia
3.
Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran
4.
Memusatkan diri pada masalah dan bukan pada
diri sendiri
5.
Membutuhkan privasi dan independensi
6.
Berfungsi secara otonom terhadap lingkungan
sosial dan fisik
7.
Apresiasi yang senantiasa segar
8.
Mengalami pengalaman-pengalaman puncak (peak
experiences)
9.
Minat sosial
10.
Hubungan antarpribadi yang kuat
11.
Struktur watak demokratis
12.
Mampu mengintegrasikan sarana dan tujuan
13.
Selera humor yang tidak menimbulkan permusuhan
14.
Sangat kreatif
15.
Menentang konformitas terhadap kebudayaan
1.1
METODOLOGI PENELITIAN
Peneltian adalah proses yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk meningkatkan pemahaman pada suatu topik.
Penelitian menjadi penting karena beberapa alasan, diantaranya penelitian dapat
menambah pengetahuan. Penelitian juga meningkatkan praktik, karena penelitian
memberikan ide-ide baru sebagai bahan penambah kazanah keilmuan.
Pada tahap ini, untuk menganalisis motivasi serta bentuk aktualisasi diri
Syekh Abdul Qadir al-Jilaniy peneliti menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yang menggunakan metode penelitian psikologis kualitatif, karena penelitian ini didasarkan pada beberapa
konsep dan prinsip penelitian kualitatif. Penekatan kualitatif ini ruang lingkupnya
memang tidak terlalu luas tetapi dengan ini justru akan didapatkan pemahaman
mendalam terhadap objek yang di kaji (Muhammad, 2011:34). Adapun pendekatannya menggunakan
psikologis objektif yang dianalisis melalui psikologi sastra secara deskriptif,
yaitu penelitian
yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang terkandaung dalam teks yang
diteliti secara kritis mendalam melalui sumber primer dan didukung dengan
adanya sumber skunder yang mendukung dalam teori yang sedang diteliti.
Sumber data dalam penelitian ini adakalanya primer dan sekunder. Peneliti
memperoleh data primer dari Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jilani yang berbentuk
prosa dalam kitab Nurul Burhaniy fi At-Tarjamati
Al-Lujjaini Ad-daniy milik Abi Luthfi Al-Hakim Mushlih bin Abdurahman
Al-Maraqiy, tahun 1383, penerbit: Griya Putra Semarang. Sedangkan sumber data
sekunder diperoleh dari buku-buku yang
mencakup bahasan penelitian ini, yaitu teori penelitian sastra, teori
penelitian psikologi sastra dan teori-teori dalam disiplin ilmu psikologi.
Karena ini merupakan penelitian kepustakaan, maka untuk memudahkan
penelitiannya, peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data pustaka. Pengumpulan data bersumber dari
literatur-literatur kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, baik yang
berada di pusat maupun di fakultas humaniora dan psikologi. Sebagai
bandingannya, peneliti juga melakukan studi pustaka di Perpustakaan Pusat Kota
Malang dan SAC Sastra Arab Universitas Negeri Malang.
Metode analisis data yang
digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Karena penelitian ini adalah penelitian sastra, maka
analisisnya dimulai sejak pengumpulan data. Adapun rumusan analisis yang
digunakan peneliti adalah sebagaimana dikemukakan oleh Miles dan Huberman
(dalam Siswantoro : 2005 : 67-68), yaitu: (1) pengumpulan data, (2) seleksi
data, (3) penarikan kesimpulan, dan (4) pengabsahan.
1.2
SISTEMATIKA PENELITIAN
Dalam
melakukan penelitian ini, peneliti
memerlukan
tahapan-tahapan tertentu
untuk mencapai hasil yang diinginkan. Oleh karena itu peneliti menyertakan
sistematika penulisan dalam penyusunan penelitian ini, sehingga lebih memudahkan peneliti dalam mencapai hasil yang dikehendaki. Adapaun
sistematika tersebut terbagi
menjadi tiga bab yaitu:
bab I pendahuluan, bab II hasil penelitian, bab III penutup, dan
daftar pustaka.
Bab pertama
berisi pendahuluan, yang terdiri atas: (a) Latar
belakang, berisi alasan-alasan masalah yang dirumuskan sehingga perlu untuk dipecahkan. (b) Rumusan masalah, berisi
pokok-pokok masalah yang hendak diteliti yang dirumuskan menggunakan kalimat-kalimat pertanyaan operasional. (c)
Tujuan penelitian, merupakan kalimat pernyataan dari rumusan masalah. Oleh
karena itu, tujuan penelitian merupakan rumusan kalimat operasioanal mengenai
tujuan yang hendak dicapai oleh
peneliti. (e) Landasan teori, mencakup pemaparan teori-teori yang mendukung
peneliti dalam
penelitian ini. (f) Metode penelitian, berisi paparan
metode yang relevan dengan teori yang dipakai dalam penelitian ini. Di sisni juga dijelaskan mengenai jenis penelitian, bentuk penelitian,
sumber data penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, teknik
penyajian analisis data, dan penarikan kesimpulan. (g) Sistematika penelitian, berupa penjelasan yang memuat susunan pendahuluan, landasan teori, metode penelitian, hasil analisis dan
pembahasan, serta simpulan dan
saran, dalam urutan yang sistematis.
Bab ke dua berisi hasil
penelitian, yaitu isi penelitian setelah
dilakukan analisis sesuai dengan teori dan
metode dalam penelitian ini. Hasil
penelitian ini mencakup paparan bukti aktualisasi diri yang telah dicapai oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, berdasarkan hierarki
kebutuhan milik Maslow dan hal-hal yang memotivasi Syekh Abdul Qadir Al-Jilani
dalam pencapaian tahap aktualisasi diri tersebut, sesuai isi kitab Nurul Burhaniy fi At-Tarjamati Al-Lujjaini Ad-daniy milik Abi Luthfi Al-Hakim
Mushlih bin Abdurahman Al-Maraqiy.
Bab ke tiga merupakan
bagian akhir dari sistematika penulisan penelitian ini, yang memuat simpulan dari semua masalah yang
dianalisis. Disamping itu, terdapat
saran-saran dari peneliti yang
berhubungan dengan penulisan dan penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Teeuw. 1988. Sastera dan Ilmu Sastera.
Jakarta: PT Kiblat Buku Utama.
Bisri, Adib dan
Munawwir AF. 1999. Kamus Al-Bisri
Arab-Indonesia Indonesia –Arab. Surabaya: Pustaka Progressif.
Budianta, Melani. Dkk. 2003. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra
untuk Perguru an Tinggi). Magelang: Indonesia Siatera.
Endrswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi,
Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: PT Buku Kita.
Jarvis, Matt. 2010. Teori-Teori Psikologi Pendekatan Modern untuk
Memahami Perilaku, Perasaan & Pikiran Manusia. Bandung: Nusa Media.
Maslow, Abraham H. 1998. Maslow On Management. Kanada: John Wiley
and Sons.Inc
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra Karya Sastra, Metode, Teori
dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor.
Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Muzakki, Akhmad. 2011. Pengantar Teori Sastra Arab. Malang:
UIN-MALIKI Press.
Prawira, Purwa atmaja. 2012. Psikologi Umum dengan Perspektif Baru. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Yogyakarta:
Muhammadiyah University Press.
Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
No comments:
Post a Comment