KAFIR??? OPO??? SOPO???
BY: HISTISHA NR.
(Mahasiswi Bahasa dan Sastra Arab)
Akeh
kang apal qur’an hadise
Seneng
ngafirke marang liyane
Kafire
dewe gak digatekke
Yen
iseh kotor ati akale
(Gus Dur)
Terkait devinisi kafir,
diantara banyak paparan, ada satu yang paling menggelitik untuk bisa dibaca dan
dipikir lebih mendalam, yakni “kafir adalah orang yang mata hatinya dalam
keadaan tertutup (tidak mampu) memperhatikan tanda-tanda (kebesaran) Allah dan
mereka tidak sanggup mendengar keterangan dari tanda-tanda tersebut”.
Sekelumit
di atas adalah bagian dari puzzle Al-Quran yang jika ditafsirkan kurang lebih
selaras dengan sepotong syair milik Gus Dur. Banyak yang mengaku pinter tapi keminter tur keblinger. Sebagian
dari kita, kerap kali menengok dan mengamati dengan amat jeli apapun yang
dilakukan dan terjadi pada orang-orang di sekitar atau bahkan yang di kejauhan.
Sementara yang terdekat sering kali terlupakan. Dengan kecanggihan teknologi
sekarang ini, kita kerap kali kepo dengan hal-hal yang ada di luar diri kita,
sementara kebutuhan kita sendiri terabaikan.
Senada
dengan fenomena kafir dan mengafirkan.. Jika seseorang yang sudah jelas-jelas
beridentitas kafir, maka sebenarnya dia sudah lumayan aman. Karena mau
diapa-apakan ya dia sudah kafir. Jadi biarlah mereka begitu, jangan
dikafir-kafirkan lagi. Kasihan… Toh juga mereka mata dan telinganya sudah
tertutup. Jadi percuma, diberitahu dengan model apapun tetap tidak akan
menimbulkan perubahan. Kecuali si pelaku kafir tersebut berkenan merubah
dirinya.
Sedangkan
bagi yang belum kafir, justru malah orang-orang seperti inilah yang terancam untuk
jatuh terperosok sebagai kafir. Gus Dur menuturkan bahwa kafire dewe gak digatekke itu ya karena memang sebenarnya setiap
dari kita itu memiliki potensi untuk menjadi kafir. Dan karena kita sibuk
mengafirkan yang lain, akhirnya kita pun terjatuh sebagai kafir tanpa disadari
maupun tidak.
Dengan
kalimat itu, bisa jadi Gus Dur mengingatkan bahwa mbok yao kita itu mengurusi diri kita dulu bagaimana agar tidak
sampai terpleset sebagai kafir, bagaimana kita benar-benar mengfungsikan mata,
telinga dan hati kita untuk siap sedia menerima hidayah Allah dalam keadaan
apapun, dan mensyukuri setiap tetes karuniaNya, itu yang penting. Lebih baik
mencegah daripada mengobati. Ya walaupun Allah sendiri menyediakan obat,
terapi, bahkan rehabilitasi bagi yang sudah terlanjur terjangkit kafir. Tapi, tetap
kembali lagi, semuanya sebenarnya sudah ditentukan oleh Allah. Hanya saja
karena manusia terlanjur diciptakan berakal, jadi Allah pun memberikan
pekerjaan buat akal kita agar tidak menjadi pengangguran, dengan cara
memberikan pilihan dari setiap apa yang hendak kita putuskan dan jalankan.
Dan
menjadi kafir atau non kafir itu pun pilihan. Kalau kita mau menjadi kafir ya
gampang saja, pura-pura butalah.. pura-pura tulilah.. dan bawa kepura-puraan
itu sebagai kebiasaan sehingga benar-benar akan terjadi kebutaan dan ketulian
tak hanya pada mata dan telinga lahiriah tapi juga penglihatan dan pendengaran
hati pun akan turut membatu, ketika ditunjuki ayat-ayat (tanda) kebesaran Allah.
Sebaliknya,
jika kita memilih untuk menjadi non kafir, ya sedikit gampang-gampang susah. Kita
harus belajar membuka pendengaran dan penglihatan kita, hati kita, untuk
menerima petunjuk-petunjuk Allah, apapun bentuknya. Sehingga kita pun dapat
mensyukuri nikmat Allah Swt dengan segenap kerelaan kita.
Jadi,
sobat, daripada kita sibuk mengalkulasi tingkat kekafiran orang lain, lebih
baik kita memvaksinasi diri agar terhindar dari predikat kafir. Karena saat
kita menertawakan kekafiran orang, mengejek dan menjastisnya, sebenarnya kita
sedang memosisikan diri untuk sebentar lagi menyusul rating posisinya sebagai
kafir pula. Sebab, pada saat-saat yang seperti itu kita sudah disibukkan dengan
kebanggaan diri seolah tidak akan pernah menjadi kafir sehingga lupa untuk
bersyukur. Dan jika kita berhasil menghindar dari menjadi sosok kafir, maka
kita akan tergolong sebagai orang yang selamat. Kalau dalam bahasa Arab disebut
dengan muslim (orang yang selamat).
Wallahu a’lam bish shawab.
Malang, 20 Februari 2016