Monday, September 8, 2014

perihku dalam senyumanku



KETIDAKJELASANKU

Bahasa itu tak selalu terucap lewat lisan
Bahasa menyimbolkan segala hal
Sesuatu yang tampak
Tidak tampak pun banyak

Aku tak mengerti
Bahasa apa yang telah menemaniku
Sehingga
Terkadang orang mampu membacanya di luar kemampuanku
Atau bahkan sama sekali tidak mengerti aku

Siapa aku
Tak terjemahkan
Jangankan oleh air yang mengalir
Udara yang berhembus pun mungkin enggan mengenaliku

Api
Kenapa begitu besar ku menyalakanmu
Sehingga aku sendiri selalu terbakar dalam diamku
Airku tak mampu lagi memberi kesegaran yang ku harapkan
Kenapa
Semuanya hancur
Hanya karena ketidak jelasan bahasaku

Andai aku tahu aku
Mungkin aku
Apiku
Airku
Udaraku
Bumiku
Mampu mengisikan ruang yang semestinya terisi

Bagaimana airku akan mengalir
Jikala aku menghapus hulu hilirnya
Bagaimana anginku akan bertiup
Sedang aku selalu menekannya dalam kehampaan ruang
Bagaimana bumiku kan terhampar
Jika aku selalu menggulungnya rapat-rapat
Apiku selalu berkobar
Membakar jiwa yang makin rapuh ini
Sampai segala yang menyertaiku terlalap kobarannya

Aku
Siapa aku
Mati pun
Aku tak kan terkenang

Bagaimana tidak
Tak seorangpun mendapatiku dalam kebaikan
Noda hitam yang membekas
Lebih pekat dari sekedar aliran darah akibat goresan duri mawar
Cat putih pun tak kan mampu menutupinya

Aku
Bagaimana aku
Harus kemana aku
Siapa yang mampu mendengarku
Semuanya tersakiti olehku
Semuanya terluka karenaku

Tak tahu lagi apa yang akan ku goreskan dengan tinta ini
Percuma
Semutpun malas mengintip

Aku kesepian
Meski ragaku di tengah kebisingan
Jiwaku kosong
Hampa

Aku ingin bangkit
Tapi selalu terjatuh
Badai ini tak sekedar merobohkan jiwaku
Tapi semua anganku
Aku hancur
Tersapu angin
Mengarah tak tentu
Bosan
Jenuh
Arti semua ini apa
Apa

Tetesan air mata tiada guna
Menetes darah pun
Tak kan ada yang peduli
Tersenyum
Kapan hatiku selaras dengan senyumanku
Bahkan aku sendiri lupa kapan aku tersenyum nyata
Yang kumiliki
Semu
Aku pun begitu
Tak ada yang abadi dalam diriku
Tapi kenapa semua orang tak menyukai perubahanku

Aku
Tak hidup sebagai aku
Lantas
Siapa aku ini
Tak ku temukan jalan kembali
Aku sudah lupa dengan siapa diriku
Cerita masa lalu
Jeritanku
Melawan kematian
Tangisku
Menyertai pahitnya kehidupan
Gelak tawaku
Menyambut canda
Tetesan air mata haru bahagia
Kenyamanan
Di mana harus aku mencarimu kembali
Tuk temani jiwa yang rapuh ini

Berapa lama lagi aku menanggung semua dosa
Tidak berkurang tapi malah menggunung
Beliung pun tak mampu menyapunya
Gelombang samudra tak membasahinya setitik pun

Aku
Ranting kering
Rapuh
Antara patah dan aus
Keduanya tak menjanjikan
Patahanku kan menyatu dengan bumi
Mungkin bintang yang selama ini aku dambakan
Tak kan lagi bisa menyinariku
Bak ketika ku bertengger di dahan
Aku di balik tumpukan debu
Hanya bisa menatapmu

Bintangku
Sudikah engkau menyisihkan sinarmu untukku
Meski hanya secercah
Ketiadaanku
Tak akan membuat sinarmu redup
Aku berjanji
Karena masih banyak ranting-ranting
Yang bertengger di dahan
Yang mengharap sinarmu
Aku rindu kehangatan sinarmu

Bintangku
Meski aku tak mampu meraihmu
Dari jauh
Doaku tak pernah terhenti untuk kebahagiaanmu
Ketidak jelasan ini
Membawaku
Berjalan lebih panjang
Terjaga lebih lama
Dan
Sayang
Aku tak menikmatinya

Bodoh
Sebutan apa lagi yang pantas untukku
Tak bisa menyadari sesuatu yang amat dekat
Aku lelah

Tuhan
Inginku pejamkan mataku
Tapi
Gunungan dosa membuatku takut menghadapmu
Sungguh aku lelah
Lelah
Dan amat lelah
Tolong aku
Tuhanku

No comments:

Post a Comment