Thursday, April 2, 2015

INSPIRASI KAUM HAWA "MARIE CURIE"



INSPIRASI KAUM HAWA
oleh : Himatul Istiqomah



Menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban... Tapi ketika menjadi sosok yg sudah tidak sendiri lagi, seorang wanita juga memiliki kewajiban terhadap suaminya. Bahkan ketika sudah memiliki keturunan, dia juga memiliki tanggungjawab atasa anaknya. 

Tapi di sini, terlihat keseimbangan yang patut dicontoh oleh kaum Hawa pada sosok Marie Curie. Namanya mungkin tak asing lagi bagi yang pernah mengicipi dunia sains. Dibalik kesibukannya dalam mengeksplorasi radioaktovitas dan experimen-experimen besar lainnya, dia masih sempat menina-bobokkan puterinya di sore hari (jam tidur anaknya). Dengan begitu rapi dan rinci dia bendaharai aktivitas-aktivitas sehari-harinya dalam sebuah buku catatan yang selalu menemaninya setiap saat.

Kegagalan dalam bercinta tak membuat semangat candunya terhadap keilmuan memudar. Karena kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan jauh lebih besar dari sekedar cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Irama yang dihadirkan deretan tinta berlekuk dalam jilidan yang menggunung tampaknya lebih menjanjikan buat sosok Marie. Sehingga tak butuh waktu lama untuk Marie bangkit dari patah hatinya, karena buku-buku itu setia menjadi sahabat dan pelampiasan luka hatinya.

(Semua akan indah pada waktunya.) 

Cinta pertama yang tak ter-realisasikan, ternyata menyeretnya bertemu dengan seorang pemuda jenius “Piere Curie”, yang kemudian menjadi pendamping hidupnya hingga tutup usia. Tak hanya pendamping dalam sebuah rumah tangga yang berisikan suami-istri saja, tapi Romi dan Juli ini juga menjadi partner yang begitu solid dalam laboratorium ketika mengeksplorasi penemuan-penemuan radioaktivitas.

Tidak seperti pasangan sekarang ini, mereka lebih suka berbincang tentang pekerjaan mereka, lab, unsur-unsur (atom) dan diskusi ilmiah lainnya. (Waaahhh... seru tuh). Mereka menghabiskan waktunya untuk mengkaji penemuan-penemuan baru kemudian mengembangkannya. Itu pun mereka tidak pernah mematenkan hasil temuannya, dengan alasan mereka melakukan itu untuk kepentingan kemajuan bangsa. (Padahal kalau dirupiahkan, sudah bisa tuh buat beli satu pulau di Indonesia ini. Saking banyaknya penemuan mereka.)

Mereka tidak butuh keluar banyak uang untuk refreshing. Cukup dengan bersepeda keliling kota, itu sudah memuaskan keduanya. Selebihnya justru di lab itu lah yang menurut mereka suasana paling romantis. Di sana tampak jelas kepedulian mereka satu sama lain. Untuk kebutuhna experimennya itu pun mereka tidak pernah pelit, meski gaji mereka dibilang tidak besar dan mereka tidak kaya.

Bahkan ketika ditawari hadiah oleh pihak pemerintah Paris kala itu, dia tidak menginginkan hadiah apapun kecuali 1 gram bubuk (aku lupa namanya. Hehe...) bahan kimia sebagai bahan experimen besar-besaran yang akan dia langsungkan, dengan niatan menciptakan obat untuk penyakit kanker dan penyakit kronis lainnya.
Setiap hari mereka bergelut dengan radium dan unsur-unsur beradiasi tinggi yang amat berbahaya. Tapi sayangnya, kala itu tak seorang pun  yang memberi tahu mereka akan bahaya radiasi. Lambat laun radiasi itu pun merasuk ke tubuh mereka perlahan-lahan. Meski tampaknya mereka kuat tapi pada akhirnya Marie tutup usia dengan difonis terkena leukimia.

(Kadang aku bertanya, kenapa orang yang berniat baik menciptakan obat untuk penyakit kanker malah mati karena kanker itu sendiri. Ini mungkin rahasia Tuhan, tapi alam yang menjadi saksi.)

Selain keberhasilannya di bidang Fisika dan Kimia yang membuatnya dianugerahi dua nobel ilmuwan dan diangkat menjadi profesor di salah satu Universitas ternama di Paris (kalau tak keliru), dia bersama puteri pertamanya  (namanya lupa) juga sukses merintis Akademi untuk penelitian dan eksplorasi unsur-unsur kimia lainnya. Kesuksesannya juga terbukti dengan keberhasilannya mengentaskan puteri pertamanya sehingga sampai dinobatkan sebagai ilmuwan penerus ibunya “Marie” bersama suaminya.

(Generasi yang berhasil tidak sekedar sukses mencuatkan namanya, tapi juga bisa mensukseskan generasi penerusnya.)

Demikian sepenggal cerita “Marie Curie” yang keberhasilannya mampu mengentaskan kaum Hawa, yang dikalim lemah dan tidak layak menjadi orang besar atau pemimpin. Dengan beberapa keterbatasannya (terutama kemiskinannya) dia menjadikan derajad kaum Hawa menjulang tinggi dan terbukti layak untuk disetarakan dengan kaum Adam. 

(Stop es yaaa... tak akan kelar kalau tak dipenggal)

Terimakasih buat AIDA dan MISHA, yang sudah membaku menemui pelangi takdir kehidupan ini. Sehingga tak hanya terperangkap di jurusan sastra tapi masih tetap bisa menikmati nuansa sains di sini bersamamu.

Dan untuk Marie sekeluarga, semoga penemuan kalian ini menjadi teman di surga Tuhan Yang Maha Esa.  

(Inspirasi dari buku “Curie dan Radioaktivitas)





No comments:

Post a Comment