INSPIRASI
KAUM HAWA
oleh : Himatul Istiqomah
Menuntut
ilmu adalah sebuah kewajiban... Tapi ketika menjadi sosok yg sudah tidak
sendiri lagi, seorang wanita juga memiliki kewajiban terhadap suaminya. Bahkan
ketika sudah memiliki keturunan, dia juga memiliki tanggungjawab atasa anaknya.
Tapi di
sini, terlihat
keseimbangan yang patut dicontoh oleh kaum
Hawa
pada sosok Marie Curie. Namanya mungkin tak asing lagi bagi yang
pernah mengicipi dunia
sains. Dibalik kesibukannya dalam
mengeksplorasi radioaktovitas dan experimen-experimen besar lainnya, dia masih
sempat menina-bobokkan puterinya di sore hari (jam tidur anaknya). Dengan begitu rapi dan
rinci dia bendaharai aktivitas-aktivitas
sehari-harinya
dalam sebuah buku catatan yang selalu menemaninya setiap saat.
Kegagalan dalam bercinta tak
membuat semangat candunya terhadap keilmuan memudar. Karena kecintaannya terhadap
ilmu pengetahuan jauh lebih besar dari sekedar cintanya yang bertepuk sebelah
tangan. Irama yang dihadirkan deretan tinta berlekuk dalam jilidan yang
menggunung tampaknya lebih menjanjikan buat sosok Marie. Sehingga
tak butuh waktu
lama untuk Marie
bangkit dari patah hatinya,
karena buku-buku itu setia menjadi sahabat dan pelampiasan luka hatinya.
(Semua
akan indah pada waktunya.)
Cinta
pertama yang tak ter-realisasikan, ternyata menyeretnya bertemu dengan seorang
pemuda jenius “Piere Curie”, yang kemudian menjadi pendamping hidupnya hingga
tutup usia. Tak hanya pendamping dalam sebuah rumah tangga yang berisikan
suami-istri saja, tapi Romi dan Juli ini juga menjadi partner yang begitu solid
dalam laboratorium ketika mengeksplorasi penemuan-penemuan radioaktivitas.
Tidak seperti pasangan sekarang ini, mereka lebih suka berbincang tentang pekerjaan mereka,
lab, unsur-unsur (atom) dan diskusi ilmiah lainnya. (Waaahhh... seru tuh). Mereka
menghabiskan waktunya untuk mengkaji penemuan-penemuan baru kemudian
mengembangkannya. Itu pun mereka tidak pernah mematenkan hasil temuannya,
dengan alasan mereka melakukan itu untuk kepentingan kemajuan bangsa. (Padahal kalau
dirupiahkan, sudah bisa tuh buat beli satu pulau di Indonesia ini. Saking banyaknya
penemuan mereka.)
Mereka tidak
butuh keluar banyak uang untuk refreshing. Cukup dengan bersepeda
keliling kota, itu sudah memuaskan keduanya. Selebihnya justru di lab itu lah
yang menurut mereka suasana paling romantis. Di sana tampak jelas kepedulian
mereka satu sama lain. Untuk kebutuhna experimennya itu pun mereka tidak pernah
pelit, meski gaji mereka dibilang tidak besar dan mereka tidak kaya.
Bahkan
ketika ditawari hadiah oleh pihak pemerintah Paris kala itu, dia tidak
menginginkan hadiah apapun kecuali 1 gram bubuk (aku lupa namanya. Hehe...)
bahan kimia sebagai bahan experimen besar-besaran yang akan dia langsungkan,
dengan niatan menciptakan obat untuk penyakit kanker dan penyakit kronis
lainnya.
Setiap hari
mereka bergelut dengan radium dan unsur-unsur beradiasi tinggi yang amat
berbahaya. Tapi sayangnya, kala itu tak seorang pun yang memberi tahu mereka akan bahaya radiasi. Lambat
laun radiasi itu pun merasuk ke tubuh mereka perlahan-lahan. Meski tampaknya
mereka kuat tapi pada akhirnya Marie tutup usia dengan difonis terkena
leukimia.
(Kadang aku
bertanya, kenapa orang yang berniat baik menciptakan obat untuk penyakit kanker
malah mati karena kanker itu sendiri. Ini mungkin rahasia Tuhan, tapi alam yang
menjadi saksi.)
Selain keberhasilannya
di bidang Fisika dan Kimia yang membuatnya dianugerahi dua nobel ilmuwan dan
diangkat menjadi profesor di salah satu Universitas ternama di Paris (kalau tak
keliru), dia bersama puteri pertamanya (namanya lupa) juga sukses merintis Akademi
untuk penelitian dan eksplorasi unsur-unsur kimia lainnya. Kesuksesannya juga
terbukti dengan keberhasilannya mengentaskan puteri pertamanya sehingga sampai dinobatkan
sebagai ilmuwan penerus ibunya “Marie” bersama suaminya.
(Generasi
yang berhasil tidak sekedar sukses mencuatkan namanya, tapi juga bisa
mensukseskan generasi penerusnya.)
Demikian sepenggal
cerita “Marie Curie” yang keberhasilannya mampu mengentaskan kaum Hawa, yang
dikalim lemah dan tidak layak menjadi orang besar atau pemimpin. Dengan beberapa
keterbatasannya (terutama kemiskinannya) dia menjadikan derajad kaum Hawa
menjulang tinggi dan terbukti layak untuk disetarakan dengan kaum Adam.
(Stop es
yaaa... tak akan kelar kalau tak dipenggal)
Terimakasih
buat AIDA dan MISHA, yang sudah membaku menemui pelangi takdir kehidupan
ini. Sehingga tak hanya terperangkap di jurusan sastra tapi masih tetap bisa
menikmati nuansa sains di sini bersamamu.
Dan untuk Marie sekeluarga, semoga penemuan kalian ini menjadi teman di surga Tuhan Yang Maha Esa.
(Inspirasi
dari buku “Curie dan Radioaktivitas)
No comments:
Post a Comment