MATI TERSEDAK
Hingar-bingar
kehidupan ini kadang membuat orang hanya memandang sebelah mata pada arti
sebuah kebahagiaan. Hari-hari kian penuh dan sesak oleh harapan-harapan dan
impian palsu. Bagaimana tidak? Seseorang dengan begitu bangga mencuatkan dan
menggantungkan angannya di sudut bintang, sementara tangan dan kakinya tiada
ubahnya dengan onggokan daging yang tak bertulang.
Detik-detik
yang berlalu, hanya dihabiskan untuk muhasabah. Tapi mirisnya, bukan muhasabah
terhadap amal-amalnya, malah muhasabah dengan materi-materi kasat mata yang
dibiarkan menggunung dan memenuhi pikirannya. Seseorang ini begitu senang
ketika apa yang diinginkan tercapai dengan mudah, tanpa susah payah dan tanpa
menghisap sepeserpun isi kantongnya. Baginya, semua kesenangan adalah haknya
secara penuh. Sehingga tak jarang dia menggigit jari dan mengernyitkan dahi
ketika angin menyampaikan kabar kegembiraan oranglain di telinganya. Sebaliknya,
angin surga terasa menyegarkan tubuhnya ketika dia mengetahui oranglain
kehilangan nikmat atau tersandung musibah.
Inhibitor
siklus kehidupan seperti orang ini, sering kali terbakar hatinya. Dan semasa
hidupnya dia akan berulang kali menjadi mayat yang mati karena tersedak sifat
hasud, tamak dan bakhilnya. Sebelum dia menghadapi sakaratul maut ketika
peregangan nyawa, dia sudah lebih dulu sekarat setiap kali mengetahui oranglain
mendapatkan sebuah kebahagiaan, yang baginya itu adalah sebuah bombardir yang
mencekik seluruh urat nadinya.
(fal ‘iyaadzu
billahi min dzalik)
No comments:
Post a Comment