KESALAHAN
MENILAI MATEMATIKA
By: HISTISHA
NR.
Pengantar-pemanasan
Selama ini
matematika dipandang dan dinilai sebagai ilmu hitung dan semata-mata sebagai
piranti berhitung belaka. Dalih ini lah yang kerap kali diajarkan oleh orang
dewasa pada juniornya. Seseorang yang tidak bisa matematika, dia diyakini tidak
akan bisa menghitung. Dia akan dianggap bodoh. Dan dia akan terdiskriminasi
dari pelukan sosial.
Padahal
tak sesederhana itu. Matematika itu sangat istimewa. Perhitungan yang diajarkan
pun tak hanya terikat dengan satu, dua, tiga, dan sebangsanya. Sebagai alumni
Jurusan Matematika, dalam shownya, Sujiwo Tejo (2015) menyampaikan bahwasannya “Matematika
itu bukan sekadar ilmu hitung belaka atau pembelajaran menghitung biasa,
melainkan media pembelajaran untuk memolakan sesuatu yang tidak terpola.” Selanjutnya
dari yang sudah terpola itu dijadikan pegangan untuk memahami yang sebenarnya
tidak terpola.
Dalam bahasa
lain, Matematika itu adalah disiplin ilmu yang menuntun seseorang untuk
merangkai sebuah kepastian dari yang semula tidak pasti. Sehingga, melalui
kepastian itulah (yang asalanya ketidakpastian) dapat diterima oleh kaum awam.
Tak heran
bukan jika banyak orang yang tak paham dan masih mempertanyakan persoalan
agama! Karena memang agama itu bukan sesuatu yang pasti. Sehingga banyak
terjadi tebak-tebakan atas kemungkinan-kemungkinan dan juga tafsiran yang
bergam terkait agama. Dan di sinilah
peran penting seorang agamawan dalam menyampaikan risalah agama, yang
seharusnya disampaikan dengan pola yang dapat diterima banyak kalangan. Salah satu
cara yang dapat digunakan agamawan memahamkan orang awam dinamai “ilmu”, yang
identik dengan kata ilmiah. Hal ini sering berlaku di kalangan akademisi. Miris
bukan? Seseorang pada level tinggi masih mempertanyakan sebuah kepastian dan
keilmiahan. Padahal seharusnya sudah pada tahap pemahaman ketidakpastian
melalui kepastian dan keilmiahan yang sudah dipelajarinya sejak dini. Yah beginilah
jalan hidup.
Seorang
agamawan pun harus berjiwa matematikawan. Agama yang sedemikian tidak terpola
dipolakan serapi mungkin dengan bentuk yang sekiranya bisa diterima kaum awam. Sebab,
dengan penerimaan itu, tanpa sadar, seseorang akan memasuki pemahaman
ketidakberpolaan agama yang sesungguhnya.
Matematika
itu menjadi penting untuk memperhitungkan sesuatu yang tidak terhitung dengan
cara menaksir kemungkinan pembulatan terdekat. Dan tidak heran pula jika dalam
Matematika yang notabene adalah ilmu pasti, tetapi masih ada yang tidak
terdefinisikan. Seperti, angka berapapun yang dibagi dengan angka nol, dan
dalam tabel trigonometri itu pun berlaku istilah tidak terdefinisikan Tan 900.
Matematika
itu unik dan menarik, bukan?
Kembangturi,
29 Oktober 2015