Tuesday, January 19, 2016

GAYA KAPILARITAS MANUSIA



GAYA KAPILARITAS MANUSIA
By: HISTISHA NR.

“Cara cerdas menyikapi berita dan informasi yang berhamburan itu adalah dengan tabayun (klarifikasi)”.[*]

***

Dalam Fisika, kata kapilaritas digunakan untuk mewakili istilah meresapnya air melalui celah-celah dinding. Orang Jawa menyebutnya dengan ngerembes.

Karena Fisika adalah bagian dari Ilmu Alam, maka aplikasinya pun tak lepas dari fenomena kehidupan di alam semesta ini. Dan hal yang paling dekat untuk dibahas kali ini adalah manusia, sebagai subjek yang bertanggung jawab atas tugasnya sebagai khalifah di bumi.

Dalam keadaan terjaga maupun terlelap, selagi seseorang mampu memegang kesadarannya, maka ia masih mampu menerima segala rangsangan dari luar tubuhnya. Baik itu berupa sentuhan, suara, ataupun yang lain, yang itu dapat memberikan informasi pada seseorang tersebut.

Dalam Biologi ada istilah iritabilitas yang digunakan sebagai bagian dari ciri-ciri makhluk hidup. Iritabilitas atau kepekaan terhadap rangsangan merupakan langkah awal sebelum menginjak pada kapilaritas. Seseorang yang memiliki iritabilitas rendah akan cenderung memiliki kerendahan gaya kapilaritas. Sementara seseorang yang memiliki iritabilitas tinggi ia pun belum tentu memiliki gaya kapilaritas yang tinggi. Mulai bingung??? Syukurlah, berarti Anda mulai berpikir…:) :) :)

Rangsangan sebagai informasi. Dalam kehidupan ini, ada sifat manusia yang memiliki iritabilitas tinggi sehingga ia dapat merasakan dan menerima rangsangan (sebut informasi) dari lingkungan sekitarnya. Ada pula sifat manusia yang ia memiliki iritabilitas rendah dan bahkan berdisfungsi karena memang ia sengaja menutup diri dari informasi-informasi yang berhamburan di sekitarnya, sehingga perlahan ia kehilangan iritabilitasnya yang itu artinya dengan sengaja ia membunuh dirinya sendiri, dengan meniadakan satu ciri makhluk hidup dalam dirinya.
 
Nah, pada manusia golongan pertama; ketika seseorang memiliki iritabilitas yang tinggi ia perlu diimbangi dengan adanya gaya kapilaritas yang tinggi pula. Jika tidak, maka seseorang ini pada tahap selanjutnya akan sama dengan golongan kedua, hanya mampu menerima informasi tanpa mampu menyerapnya. Informasi-informasi yang sampai pada orang tipe ini hanya akan membisik seperti angin yang kemudian lenyap. Atau, seseorang ini hanya mampu menerima informasi dari sekitar tanpa mampu mengupayakan kapilarisasi informasi tersebut seluruhnya. Sehingga, informasi hanya terserap setengah-setengah dan menimbulkan interpretasi serta tafsiran yang tidak holistis pula.

Tapi, jika seseorang memiliki keseimbangan antara iritabilitas dengan gaya kapilaritas yang tinggi, ia akan mampu menyerap setiap informasi yang didapati secara holistis. Selanjutnya, sebagaimana tutur Sang Dzat (Ustadz Fuad) bahwasannya informasi yang telah terserap dengan rapi haruslah diolah dengan cara tabayun. Dilakukan klarifikasi dan juga tawazun (pertimbangan) akan validitasnya dan juga nilai-nilai yang dapat dipelajari sebagai ibrah sekaligus petunjuk Ilahi. Sehingga pada akhirnya, informasi yang telah terserap kemudian diolah dan diterjemahkan oleh otak dapat segera diputuskan terkait respon yang harus dimunculkan oleh anggota badan, baik melalui perbuatan maupun ucapan.



[*][*] Tutur Ustadz Ahmad Fuad Effendi dalam lingkar Maiyah Padang mBulan, Edisi 28 Desember 2015.


No comments:

Post a Comment