Sunday, January 17, 2016

KETIKA RATU SEMUT JATUH CINTA



KETIKA RATU SEMUT JATUH CINTA

Aku tahu jikalau aku adalah seekor semut hitam yang terlahir dalam keluarga kerajaan. Sudah sepatutnya kalau semua rakyat bapaku mengenalku. Aku pun bisa dibilang pandai dalam bersahabat. Kawanku cukup banyak dan beragam. Karena aku tak pernah membeda-bedakan strata siapapun.

Aku mengetahui semua gerak-gerik setiap jenis hewan yang bersua di lingkungan kerajaan bapaku. Aku paham betul siapa yang baik dan buruk dari gelagat yang mereka tampakkan di luar kesadaran mereka. Tapi hanya satu yang tak kupaham. Manusia. Ya, bangsa manusia adalah hal yang aneh dalam logikaku. Benarkah ia begitu suka menumpahkan darah segar hanya untuk duduk di atas kursi besi yang tak lama lagi berkarat? Apakah semua jenis manusia seperti itu?

Aku terus bertanya dalam setiap renungku. Dan tanpa aku menyiapkan diriku ketika suatu saat aku bertemu dengannya.

***
Suatu ketika aku sedang berburu madu di hutan mawar merah yang lebat di seberang sungai dekat kerajaan bapaku. Semua warga di sana memberikan salam hormatnya untukku. Maklum, bagi mereka aku adalah putri dari bapaku -Raja Semut- yang terkenal sangat bijak dan memberikan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya, bahkan sampai yang berada di Sebrang.

Setelah kudapati madu yang cukup untuk mengisi perut kosongku, aku berbalik arah. Pulang. Tapi, setelah langkahku yang keseribu, terdengar seperti suara gaduh dari kejauhan hingga bumi yang kupijaki serasa bergoyang. Aku penasaran.
“Siapa itu? Aku belum pernah melihat sosok yang seperti ini sebelumnya.”

Aku bersembunyi di balik daun pohon damar yang terdekat. Aku mengintip dan menguping pembicaraan mereka. Sama sekali aku tak tahu apa yang mereka bincangkan.

“Ahhh... Sudahlah”.

Aku pun pulang. Masih tergambar jelas sosok yang melangkah tegap dengan wajahnya yang bercahaya. “Senyumnya... Siapa sesungguhnya dia?”

Baru pertama kalinya aku memeluk rasa penasaran yang amat dalam. Aku pun kembali ke Sebrang setelah hari berganti usia. Aku hanya bisa menunggu. Karena aku tak bisa menanyakan siapa dia karena aku tak tahu namanya.

Tiba-tiba ada segerombolan semut merah melintas di hadapanku. Mereka menghaturkan salam hormat untukku. Aku pun membalasnya. Aku akhirnya tak sendiri lagi dalam penantianku. Aku mencoba mencari tahu tentang sosok itu dengan berbincang bersama sesepuh semut merah.

Ternyata benar, sesepuh mengenalnya. Aku melompat kegirangan.

Aku pulang kembali ke kerajaan bapaku, setelah menelan semua cerita tentang sosok yang kujumpai kemarin, yang tak lain adalah Raja Sulaiman.

***

Aku sudah berumur. Tiba waktunya aku belajar memimpin ekspedisi militer di salah satu daerah kekuasaan bapaku, di Sebrang. 

“latihanmu sudah cukup lama. Kau harus segera belajar terjun di lapangan. Rakyatmu akan butuh keberanianmu, bukan sekadar perkataan janji-janjimu.”

“Baik, Ayah... besok aku akan ke sana bersama 1000 kawanku. Aku akan menjaga stabilitas di Sebrang. Atas restumu, Ayah.”

***

Belum semua kawanku mendarat di tanah Sebrang, aku kembali merasakan hal yang sebelumnya aku pernah rasakan. Terdengar suara gaduh dari kejauhan dan seolah terjadi gempa. “Raja Sulaiman dan bala tentaranya akan lewat”. (bisikku dalam hati). Aku tersenyum sendiri.

Aku memastikan dugaanku dengan mengintai dari atas pohon bambu di dekatku. Ternyata benar, Raja Sulaiman! Aku segera bergegas turun dari pohon untuk memperingatkan kawan-kawanku, agar segera mencari tempat aman yang terdekat. Karena bisa berbahaya jika mereka melintas di antara kawan-kawanku, pasti akan mati konyol terinjak oleh telapak kaki bangsa manusia itu. 

“Perhatian untuk kawanku sekalian, di belakang ada rombongan Raja Sulaiman dan bala tentaranya yang akan melintas di sini. Kalian harus mengamankan diri sebelum mereka sampai. Agar kalian tak terinjak oleh telapak kaki manusia.”

Mendengar itu, semua langsung berhamburan mengamankan dirinya.

“Ayo-ayo-ayo... ke sana... ke sana... ya kau ke sana....xxxxxxxxxxx”

“Berhenti!” Raja Sulaiman menghentikan langkah rombongannya.

Berbeda dengan sebelumnya. Aku semakin terkagum dengan sang raja ketika aku dapat mendengar suaranya.

“Subhanallah... dia berbicara denganku”. Ujarku dalam hati.

xxxxx

Ternyata memang tak semua bangsa manusia angkuh. Terbukti Raja Sulaiman bisa memahami bangsaku. Aku berbincang cukup lama dengannya. 

***

Pertemuan yang singkat itu menambah subur kekagumanku padanya. Kurasa tak sekadar kagum. Tapi cinta. Ya, aku telah jatuh cinta pada bangsa manusia.

Manusia yang dapat mengertikan dalam perbedaan. Ini adalah hal langka yang pernah kutemui. Padahal, dalam bangsaku sendiri, tak semua sesama semut mau saling mengerti.

***

Aku melaksanakan misiku di Sebrang dengan penuh tanggung jawab. Dan hampir empat tahun sudah aku menjaga keamanan rakyat bapaku di sana. 

Meski sudah jarang bertemu, wajah Sulaiman masih terbungkus rapi dalam setiap patahan doaku.

Tapi, hampir sama seperti sebelumnya. Kesetiaanku diuji kembali oleh Tuhan.

Seekor semut merah seolah tiba-tiba tertarik oleh kutub magnet yang berbeda sehingga ia berpindah di daerah penjagaanku.

Awalnya, selayaknya aku memperlakukan teman-temanku, aku pun akrab dengannya. Ternyata, di balik sikapnya... Dia adalah seekor semut yang telah lama mengagumiku dari sejak aku berpindah ke Sebrang.

Meski tanpa bahasa yang terucap dari mulutnya, sikapnya sudah mewakili semuanya. Aku tak tahu pasti sejauh apa dia mengagumiku. Yang aku rasakan adalah pantulan dari isi hatinya untukku.

Aku pun mulai resah. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Beberapa semut yang menghantar cintanya padaku, mereka satu persatu melupakan sajaknya. Mungkin memang terlalu pahit bagi mereka, mencintai seekor semut sepertiku, sementara aku telah lebih dulu jatuh cinta dengan yang lain. Sekalipun perhatian mereka terkadang membuatku senang, tapi itu adalah ujian untukku. Sampai di mana kesetiaanku mencintai Sulaiman. 

Meski belum ada gelang mungil melingkar di jemariku dari Sulaiman, cintaku telah dimiliki sepenuhnya olehnya. Meski aku selalu dalam penantian, senyumnya yang manis telah menjawabku di setiap kali kami berjumpa.

Kini pun aku tak bisa pula membalas rasa si semut merah. Sebelum dia menyalin bahasa cintanya dan merangkainya dengan sajak di mulutnya, sebelum ia terlanjur kecewa, aku harus membuatnya paham. Meski dengan membuatnya membenciku. Dengan begitu dia akan dengan sendirinya melupakan perasaannya padaku.

Sakit memang, ketika ada noda dalam sebuah persahabatan. Aku pun terpaksa diam. Meski diam ini melukaiku. Asal ia tak lebih sakit dariku.

“Pergilah! Mengagumiku hanya akan membuatmu sakit. Hatiku telah dimiliki yang lain. Aku sama sekali tak bisa membalasmu. Ini adalah ujian kesetiaanku. Meski sebenarnya, aku suka dengan perhatianmu, dan mungkin itu lama-kelamaan akan membuatku jatuh cinta padamu. Tapi tidak. Aku tak boleh serakah. Aku tak boleh menghianati kesetiaanku. Karena Sulaiman pun selalu mengajariku arti sebuah kesetiaan. Biarlah kau tetap jadi sahabatku. Dan biarlah aku menapak di atas rel-rel kesetiaanku.”

Selembar daun papirus telah sampai pada tangan semut merah. Semenjak membaca tulisan itu, dia menjadi begitu diam padaku. Dia mulai menjauh. Kadang aku bingung dengannya. Tapi, biarlah. Dia punya hak melakukan apa yang ia hendaki. Mungkin dia kurang lebih sama dengan semut-semut yang bersajak dulu. Ia pun akan menghapus sajaknya. Tapi bagiku dia tetaplah sahabat.

***
Dua tahun kemudian!

Sudah waktunya aku kembali ke kerajaan bapaku. Aku harus meninggalkan Sebrang dan juga semua kenangan di sini.

Si semut merah itu sudah menghilang bak tertelan gelombang. Ternyata dia tak bisa menerima keputusanku. Dia tak paham kalau aku sedang belajar arti setia. Dia masih menginginkanku menjadi miliknya. Padahal jika aku berhianat dengan perasaanku terhadap Sulaiman dan beralih ke dia, harusnya dia paham kalau keesokan waktu aku akan meninggalkannya pula untuk cinta yang baru. Tapi dia tak menghargaiku. Dia tak mengerti maksudku. Sudahlah, mungkin menemuinya membuatnya semakin terluka, sehingga aku pun memilih diam. Percuma, kalaupun aku mampu menjelaskan maksudku, aku tetap tak akan bisa membalas cintanya. Mungkin, tak lama lagi ia akan menemukan tambatan hatinya. 

Aku harus segera kembali. Ayah menungguku.

***

“Dung... Dung... Dung... xxxxxxxxxxxxxxx”

Suara gendang dari kerajaan bapaku sudah terdengar dari kejauhan. Aku bersama dengan kawan-kawanku tak sabar ingin segera sampai menginjakkan kaki di sana.

“Kreeeeeeeeeek....”

Suara pintu gerbang kerajaan dibukakan untuk kami.

Salam hormat dari prajurit dan warga kerajaan bersahutan menyambut kehadiranku. Aku serasa terlahir kembali dalam dunia baru. Aku menjawabi salam sembari melukis senyum di raut mukaku. Aku bahagia dengan anugrah Tuhan yang tiada pernah surut menyertaiku.

“Alhamdulillah...” terajut selalu dalam hatiku.

Hendakku melangkah membuka pintu istana, ternyata penjaga membukakannya dari dalam. Aku bergegas menghampiri ayahku, memberi salam dan mengahturkan pelukan cinta layaknya anak pada bapanya. Kebahagiaanku tak dapat kulukiskan kala itu. Ayah begitu lama memelukku. Setelah hampir enam tahun lamanya aku hidup terpisah di Sebrang, kini dapat berkumpul lagi.

Sebelum ayah melepas pelukannya, aku mendengar bisiknya sampai di telinga kiriku. Karena memang sejak kecil aku memiliki cacat di pendengaranku bagian kanan. Dan itu hanya keluargaku dan Sulaiman yang tahu.

“Segeralah istirahat, tuan putriku. Nanti malam kau akan memiliki tamu spesial.”

Ayah tak meneruskan katanya, aku pun seperti biasa tak banyak tanya. Aku segera menuju bilikku dan beristirahat.

***

“Teng... Teng... Teng...”

Bunyi jarum jam yang menandakan pukul delapan malam. Aku masih sama dengan sebelumnya, aku masih Isha, seekor semut hitam yang memegang teguh kesetiaanku. Pikirku, aku akan dijodohkan, aku pun sudah menyiapkan jawaban, bahwa aku sudah jatuh cinta dengan yang lain. Pikiran itu terus bersemayam dalam benakku sembari memanjatkan doa yang biasa kupanjatkan pada Tuhan. Pun pengakuan cintaku pada Sulaiman yang selama ini terahasiakan antara aku, Tuhan, dan Sulaiman sendiri.

Aku pergi ke istana, aku duduk di singgasanaku. Aku masih berdoa memohon perlindungan tuhan. Tiba-tiba.....xxxx

“Assalamualaikum...” rombongan semut hitam dari negeri sebelah menghaturkan salamnya.

“Waalaikumsalam Warahmatullah”. Mari silahkan menempati tempat yang telah disediakan”.

Ayah mulai bercakap dengan sang raja dari negeri tetangga itu tentang banyak hal.
Setelah beberapa menit berlalu. .

“Assalamualaikum...” tampak dari singgasanaku seekor semut hitam yang sepertinya aku tak asing dengan suara salamnya.

“Waalaikumsalam Warahmatullah”. Kami semua menjawab sembari menegok ke arahnya.

Dia, mukanya tampak berseri. Satu persatu semua sesepuh termasuk ayahku disalaminya. Dia begitu sopan dan tampak lembut. Aku masih bertanya-tanya, 

“Siapa dia? Sepertinya tak asing bagiku.”

Dia duduk diantara tamu-tamu ayahku. Dan aku kemudian tahu kalau ia adalah bagian dari tamu itu. Dia mulai bercakap....

“Sebelumnya saya menghaturkan salam hormat pada tuan raja sekeluarga. Pertama, saya bermaksud silaturrahim. Kedua, ...................xxxxxxxxxxxxxxxx

Aku semakin penasaran. Kenapa si semut tampan itu menggunakan bahasa yang begitu halus. Aku masih belum mengenali milik siapa suara itu.

“Saya, Sulaiman telah lama mengenali putri tuan raja, Tuan Putri Isha. Saya ke sini hendak menyampaikan maksud saya untuk meminang Tuan Putri Isha”. Tutur si semut hitam menghadap sang raja ayahku.

Aku tersentak terkejut keheranan.

“Sulaiman? Sulaiman? Mungkinkah dia Raja Sulaiman yang selama ini bercakap denganku di Sebrang? Isha... Hanya dia selain keluargaku yang tahu namaku itu.”

Karena kedua keluarga ini sudah pernah saling mengenal sebelumnya, mereka pun tampak begitu rukun ketika bersama.

Kemudian kami, aku dan semut yang mengaku bernama Sulaiman itu dipersilahkan untuk berbincang menentukan keputusan kami.

“Maaf, Tuan Putri Isha, aku tak memberitahumu lebih dulu. Aku kira ini akan menjadi kejutan istimewa sebagai kado menyambut hari ulang tahunmu.”

“Aku memang tak asing dengan suara ini. Ini benarkah Raja Sulaiman yang aku temui di sebrang?” (bisikku dalam hati).

“Tuan putri benar, aku Sulaiman, kekasihmu. Aku yang selalu tersenandungkan dalam doamu. Dan begitupun namamu selalu terangkai dalam bait doa pujianku tiap kali aku bercakap dengan Tuhan.”

Aku semakin tekejut

“Bukankah kau yang kulihat waktu itu adalah bangsa manusia?”

“Tuan putri benar, selama ini kau melihatku tampak sebagai manusia karena aku tak ingin membekaskan kesan buruk tentang manusia di benakmu. Tak semua manusia itu seburuk dalam dongeng. Masih banyak manusia yang baik. Dan dalam perbedaan penampakanku, aku menemukan kesetiaan yang kau mampu memegangnya. Aku tahu kau telah melewati begitu banyak ujian untuk tetap mencintaiku. Untuk tetap menjaga kesetianmu di tengah perbedaan yang kau temui antara kita. Banyak semut-semut yang memujamu tapi kau tak membalasnya. Kau malah berlapang dada menerimanya sebagai sahabatmu. Aku tahu kau pun terluka begitu banyak menghadapi semut-semut yang menginginkan dirimu. Tapi kau masih tetap bisa menggenggam kesetiaanmu untukku. Itulah yang membuatku yakin, kau adalah bidadari surga yang dikirimkan Tuhan untukku agar kita bersama merajut kehidupan yang sejahtera. Menyulam kebahagiaan dan mengentaskan krisis-krisis yang menimpa rakyat dan bangsa kita. Dengan kesetiaanmu aku yakin Tuhan telah memberikan penjagaanNya yang sangat ruah berlimpah melapangkan hatimu, bersabar menanti kedatanganku. Dan yakinku kau akan mampu bersabar mendampingiku mengemban tugas Tuhan membangun kesejahteraan di jagat ini. Hari ini aku, Sulaiman, seekor semut hitam telah datang utnukmu. Untuk kita menuai kerelaan Tuhan dan membangun surgaNya di bumi agar dinikamati banyak golongan.”

Aku tak dapat berkata apapun. Air mata bahagia mengguyur pipiku. Betapa Tuhan tak pernah meninggalkanku sedikitpun.

“Alhamdulillah...”

Hanya kalimat itu yang kuucap berulang. Aku bersyukur telah dipersatukan dengan Sulaiman. Dan aku menemukan setiap pertanyaan yang dulu sempat kususun dalam penantianku. Jawabannya begitu indah. Sulaiman, ya Raja Sulaiman yang dikirimkan Tuhan untukku. Dia ada di hadapanku. Dia meminangku.
Akhirnya seminggu kemudian, aku Ratu Isha dan Raja Sulaiman resmi menjadi pasangan suami istri. Kami dinobatkan sebagai raja dan ratu memimpin kerajaan semut baru di Sebrang.

Dalam jamuan upacara kami, aku melihat beberapa semut yang dulu sempat mengutarakan cintanya padaku turut hadir memberikan restunya. Meski beberapa telah kandas, karena sakit hatinya. Karena kecewanya. 

***

Kini Raja Sulaiman dan Ratu Isha bersua mengupayakan kesejahteraan rakyatnya.

17 Januari 2016
Inspirasi HISTISHA NR.


No comments:

Post a Comment