MUSTAJAB DAN
KABUL
By: HISTISHA NR.
Bermula
dari Kata Doa
Doa itu
dalam bahasa Arab berasal dari kata دعاء
yang dapat diartikan dengan sapaan dan permintaan. Selama ini, banyak yang
memahami kata doa itu sekadar sebagai permintaan saja.
Namun, dalam Al-Qur’an, Allah
memberikan contoh berdoa yang tepat, yang tidak lain terdapat dalam surat
pembukaan Al-Qur’an (Al-Fatihah). Dalam surat tersebut diajarkan cara berdoa yang
sopan yang seharusnya dilakukan oleh seorang hamba ketika berkomunikasi dengan
Tuhan. Sebab, doa itu adalah salah satu media berkomunikasi dengan antara hamba
dengan Tuhan.
Sebagai surat pembuka,
Al-Fatihah diisi dengan tujuh ayat yang masing-masing memiliki keterkaitan dan
saling membangun struktur Al-Fatihah itu sendiri. Ayat satu sampai dengan lima
itu adalah bentuk dari sapaan hamba kepada Tuhan. Sedangkan sisanya adalah
bentuk permintaan hamba kepada Tuhan.
Menilik dari keteraturan
struktur di atas, berarti yang seharusnya diberlakukan dalam doa seorang hamba
itu adalah, pertama menyapa Tuhan. Entah dengan pujian atau bagaimanapun
wujudnya. Selanjutnya, hamba barulah dapat menyebutkan permintaannya. Akan
tetapi, antara porsi sapaan dan permintaan akan lebih sopan dan lebih etis
ketika sapaan untuk Tuhan diberikan porsi lebih besar.
Penerimaan Doa
ادعوني أستجب لكم
Pada kata أستجب (dalam pandangan umum disebut mustajab) yang digunakan sejajar dengan
kata doa dalam potongan ayat tersebut, oleh A. Fuad Effendi diterjemahkan
dengan bahasa Indonesia respon. Berangkat dari satu kata itu, dikembalikan
lagi pada penggunaan dan praktiknya.
Kata respon memang lebih cocok
untuk memaknai kata mustajab. Sebab, kata respon itu lebih netral untuk
dikaitkan dengan doa yang memiliki dua maksud, sapaan dan permintaan. Ketika
disandingkan dengan sapaan, maka respon yang dimaksud kurang lebih adalah
tanggapan. Atau, katakanlah setiap sapaan seorang hamba pada Tuhan itu
senantiasa tertanggapi, tidak terabaikan dan tercuekkan. Sedangkan ketika
disandingkan dengan permintaan, maka yang dimaksud dengan respon adalah
tanggapan yang dapat berupa pemberian dan juga pencegahan. Sebagaimana
penuturan Ky. Jamal, bahwasannya dalam doa itu ada istilah ‘atha’ (عطاء) dan man’u (منع). ‘Atha’ adalah yang
diterjemahkan sebagai pemberian dan man’u lah yang diartikan sebagai
pencegahan. Pemberian Allah dan pencegahannya itu terkait dengan waktu dan
keadaan hamba yang berdoa dan lingkungannya. Dan pada pencegahan itu sebenarnya
Allah pun sedang menunjukkan pemberianNya melalui penundaan. Akan tetapi, masih
menunggu waktu yang tepat. Sebab, dalam pencegahan itu ada upaya penyelamatan
terhadap hamba dari sesuatu yang membahayakannya atau pengujian terhadap hamba
akan konsistensinya pada permintaan yang telah diucapkannya.
Sementara itu, ada pula penggunaan
kata kabul (قبول) atau makbul (مقبول) yang
disejajarkan dengan kata doa oleh kebanyakan orang pada umumnya. Pada dasarnya,
kata kabul yang berasal dari bahasa Arab itu memang diterjemahkan dengan kata
diterima. Namun pada praktik penggunaanya, kata kabul itu tidak sejajar dengan
doa melainkan tobat. Sehingga, pada bagian ini kata kabul memiliki antonim
mardud (مردود) yang artinya ditolak.
Padahal untuk doa itu tidak tepat jika ada kata penolakan. Sebab, yang ada
hanya pemberian dan pencegahan atau penundaan.
Kembang Turi, 29 Oktober 2015
No comments:
Post a Comment