MULAILAH DARI LANGKAH YANG PERTAMA
Masih ingatkah Anda dengan masa-masa kecil yang begitu
menggemaskan di waktu lampau yang pernah terjejaki? Meskipun hadir dengan tubuh
yang begitu mungil, namun Anda memiliki semangat yang amat tinggi untuk
merealisasikan kehendak Anda.
Lama sebelum Anda dilahirkan di dunia ini, sebenarnya
Anda sudah menjadi juara. “You’re the winner.” Dalam pertarungan jutaan
sel sperma yang berhasil dipenetrasikan oleh ayah Anda, hanya ada satu yang
menang. Sebab ia mampu menembus dinding rahim ibu Anda dan membuahi sel telur
di sana. Hingga pada akhirnya menjadi seorang bayi mungil yang siap dilahirkan
ke dunia ini menjadi khalifatullah, yaitu Anda.
Anda berbahasa dengan stile yang khas, menangis untuk
memulai dunia baru Anda. Apapun yang Anda rasakan perihal ketidakamanan dan
ketidaknyamanan, tangisan itu pun laksana alarm bagi setiap ibu. Anda akan
kembali tenang setelah merasa aman dan kembali nyaman.
Hari terus berganti, Anda mulai bisa memiringkan badan,
tengkurap, hingga Anda pun lekas bisa duduk. Tidak puas dengan itu, Anda mulai
belajar merayap, merangkak, sampai akhirnya Anda bisa berdiri. Meskipun
sesekali masih terjatuh, namun sakit yang Anda rasakan bukanlah suatu hambatan
untuk Anda terus belajar berjalan.
Tepukan tangan dan sambutan hangat mengiringi semangat
Anda, di setiap kali Anda berhasil melakukan perkembangan baru. Ketika satu
kaki mulai bisa Anda langkahkan, Anda terjatuh tapi Anda bangun lagi. Anda
melangkah dan terjatuh lagi. Anda bangun dan mulai melangkah lagi. Anda pun
akhirnya berhasil melangkahkan kaki Anda dengan tegak. Tidak hanya sampai di
situ, Anda mulai belajar berlari. Terjatuh dan terluka tidak lagi anda
hiraukan. Anda terus belajar apapun untuk mendapatkan apa yang Anda kehendaki.
Masih ingatkah betapa semangat Anda terus menyala-nyala untuk memulai step
by step kehendak Anda kala itu?
Untuk menambah pengetahuan, Anda mulai diajari
huruf-huruf alfabet, hijaiyah, dan angka-angka. Meskipun Anda belum dikenalkan
dengan bentuk dan gambarnya, Anda mampu menghafalnya begitu cepat dengan
bimbingan orangtua. Anda mulai menghafal angka dari satu sampai sepuluh, huruf a
sampai z, dan alif sampai ya’. Setelah Anda menghafal
semuanya walaupun dengan fone khas ala anak-anak, Anda diperkenalkan
dengan bentuk dan gambarnya dalam tulisan. Anda pun terus mengalami pertumbuhan
dan perkembangan hingga saat ini. Sampai akhirnya tugas Anda di bumi selesai
dan harus berpindah ke alam selanjutnya.
Hal di atas, hanyalah flashback dari masa lalu
Anda dan kita semua. Betapa sebenarnya kita diciptakan dari hal yang sederhana.
Kita mempelajari segala sesuatu dengan memulainya dari yang sederhana dan dari
langkah yang pertama. Semuanya tanpa terkecuali.
Abraham Maslow, seorang pakar Psikologi Humanistik
memberlakukan hierarchy of needs (hierarki kebutuhan) pada manusia. Di
sana terdapat lima tahap dengan sketsa piramida tidak terbalik. Dari bagian
dasar, ada fundamental needs (kebutuhan dasar), yaitu kebutuhan yang
bersifat fisiologis dan rasa aman. Ada psychological needs (kebutuhan
psikologis), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki serta kebutuhan akan esteem
(penghargaan). Ada pula self-actualization needs (kebutuhanakan
aktualisasi diri) yang terletak di bagian ujung piramida.
Untuk merealisasikan kelima tahapan tersebut, kita harus
memulainya dengan memenuhi tahapan yang pertama, yaitu kebutuhan yang bersifat
fisiologis. Misalnya, terpenuhinya kebutuhan primer sehari-hari, baik berupa
pangan, sandang, dan papan. Setelah tahapan pertama terpenuhi dengan baik,
dengan sendirinya Anda akan termotivasi untuk mulai memenuhi tahapan kedua dan
seterusnya. Sama halnya dengan menaiki tangga, untuk mencapai anak tangga yang
atas, haruslah dimulai dengan menaiki anak tangga pertama. Kemudian secara
berurutan menaiki anak tangga selanjutnya hingga yang paling atas.
Sebagai khalifah, manusia dianggap memiliki
perkembangan yang sehat bila ia mampu mengaktualisasikan diri dan mewujudkan
segenap potensi yang dimilikinya. Sehinggga pada puncaknya, seseorang akan
mampu merealisasikan misi utamanya sebagai sebaik-baik manusia, yaitu
memberikan manfaat untuk yang lainnya. Sebaik-baik manusia adalah yang
bermanfaat bagi sesamanya. Dengan kata lain, untuk mencapai tahapan
aktualisasi diri manusia haruslah memulainya dengan memenuhi keempat tahapan
sebelumnya secara bertahap.
Bahkan, hal itu juga dialami oleh panutan kita, Nabi
Muhammad Saw. Allah memulai penciptaan Beliau dalam bentuk nuur. Kemudian
ketika tiba masanya, Beliau diciptakan sebagai sosok manusia yang telah
disucikan. Jadi, sebelum menjadi seorang nabi dan rasul, Beliau adalah manusia
biasa. Allah menuturkan dalam firman-Nya: katakanlah Muhammad, sesungguhnya
aku adalah basyar, manusia biasa yang diwahyui Allah. QS. Al-Kahfi: 110 dan
QS. Fussilat: 6.
Beliau pun mejalani kehidupannya layaknya manusia biasa.
Beliau membutuhkan makan, minum, dan rasa aman dari ancaman; merasakan sakit;
menikah; berkeluarga; berteman dan berorganisasi; menjadi pemimpin; dll.
Setelah Beliau berumur 40 tahun, barulah Beliau diangkat menjadi nabi dan
rasul.
Hal itu merupakan skenario dari Allah yang bukan tanpa
alasan. Sebab, menjadi seorang nabi dan rasul berarti ada pada tahapan self-actualization
needs. Artinya, Nabi Muhammad Saw. sebelumnya telah memenuhi keempat
tahapan lain dalam hierarki kebutuhan manusia. Semua itu tentunya sudah
dipersiapkan oleh Allah dengan serapi mungkin.
Selain cuplikan di atas, penyampaian dakwah Islam secara sirr
(sembunyi-sembunyi) merupakan langkah pertama dari strategi Nabi Saw. Sasarannya
di sini adalah keluarga, karena merupakan orang-orang terdekat yang tepat
sebagai media penyampaian informasi “ajaran” baru. Kemudian disampaikan kepada
sahabat dan kerabat Nabi. Ini adalah trik jitu untuk membangun komunitas awal
sebagai penerima ajaran Islam, yang kemudian disebut dengan as-sabiqun
al-awwalun.
Setelah kurang-lebih tiga tahun berdakwah secara sirr,
barulah Nabi mendapat risalah untuk menyampaikan secara jahr (terang-terangan).
Sebab, untuk menghadapi kaum Quraisy yang bertempramen keras diperlukan
kekuatan yang cukup untuk menyampaikan dakwah Islam. Artinya, terbangunnya
sebuah komunitas dibutuhkan untuk menopang kekuatan dalam menjalankan misi
dakwah Islam.
Dalam berdakwah, tentunya dibutuhkan pengorbanan yang
tidak sedikit, baik materiil maupun immateriil. Nabi Muhammad Saw. bahkan menjadi
satu-satunya donatur terbesar yang berkontribusi dalam perealisasiannya dengan
segenap jiwa, raga, dan harta-Nya. Meskipun tidak dapat dinafikan bahwa
sahabat-sahabat yang lain juga melakukan pengorbanan yang luar biasa. Hal itu
merupakan bukti bahwa Nabi Saw. tidaklah miskin.
Sejarah mencatat bahwa Nabi Saw. adalah orang terkaya
nomor satu di dunia bahkan sejak sebelum menjadi Nabi. Bagaimana tidak? Beliau
memulai bisnis dengan berdagang bersama pamannya, Abu Thalib pada usia
12 tahun. Dengan kegigihan dan kejujuran-Nya, beliau pun selalu membuahkan
keuntungan yang gemilang. Itulah yang kemudian menarik perhatian Khadijah agar
Nabi menghandle perdagangan miliknya. Hingga akhirnya beliau dilamar
untuk menjadi suami dan imamnya.
Bahkan, setelah menjadi seorang nabi dan rasul.
Kemenangan diberbagai peperangan juga memberikan keuntungan bagi kaum Muslim
melalui jizyah dan ghanimah yang diperoleh. Sebagai pemimpin,
Nabi tentunya mendapat bagian yang tidak sedikit. Akan tetapi, harta itu tidak
membuat Nabi terikat dengannya. Nabi bahkan menginfakkan keseluruhan harta yang
dimilikinya untuk kepentingan kaum Muslim.
Selain itu, bukti bahwa Nabi adalah orang yang sangat
kaya terdapat dalam doa yang beliau
lantunkan, Ya Allah, jadikanlah aku orang miskin, kumpulkanlah aku bersama
orang-orang miskin, dan matikanlah aku dalam keadaan miskin. Secara logika,
hanya orang kaya yang bisa mengucapkan doa seperti itu. Tidak mungkin ada orang
miskin yang meminta untuk dimiskinkan. Jadi, jelaslah bahwa nabi kita Muhammad
Saw. adalah orang kaya yang juga menganjurkan umatnya untuk tidak meninggalkan
keturunannya dalam keadaan miskin.
Di balik isyarat tersebut, Nabi bermaksud memberikan
contoh pada umatnya agar selalu berusaha keras untuk mencapai apa yang
diimpikan dan dicita-citakan (mengaktualisasikan diri). Dan seyogyanya semua
itu segera dimulai dengan langkah yang pertama, yakni memenuhi kebutuhan
fisiologis manusia secara berkala. Kemudian secara bertahap memenuhi kebutuhan
akan rasa aman, rasa cinta dan saling memiliki, dan kebutuhan akan penghargaan.
Barulah pada tahapan terakhir, saatnya manusia merealisasikan diri sebagai khalifah.
Seorang pendaki tidak akan pernah mencapai puncak gunung,
jika dia tidak pernah melangkahkan kaki untuk pertama kalinya di kaki gunung
yang dituju.. Jadi, sebanyak apapun impian yang Anda rangkai, Anda tidak akan
mampu merealisasikannya kecuali Anda memulainya dari langkah yang pertama.
Langkah ke seribu pun tetap harus dimulai dengan langkah pertama. Dan setiap
langkah pertama harus diikuti langkah berikutnya sehingga apa yang telah
dimulai berhasil diselesaikan dengan baik.
“힛티차”
15 Agustus 2015
No comments:
Post a Comment