Monday, August 17, 2015

(MULAILAH DARI LANGKAH YANG PERTAMA)



MULAILAH DARI LANGKAH YANG PERTAMA

Masih ingatkah Anda dengan masa-masa kecil yang begitu menggemaskan di waktu lampau yang pernah terjejaki? Meskipun hadir dengan tubuh yang begitu mungil, namun Anda memiliki semangat yang amat tinggi untuk merealisasikan kehendak Anda.

Lama sebelum Anda dilahirkan di dunia ini, sebenarnya Anda sudah menjadi juara. “You’re the winner.” Dalam pertarungan jutaan sel sperma yang berhasil dipenetrasikan oleh ayah Anda, hanya ada satu yang menang. Sebab ia mampu menembus dinding rahim ibu Anda dan membuahi sel telur di sana. Hingga pada akhirnya menjadi seorang bayi mungil yang siap dilahirkan ke dunia ini menjadi khalifatullah, yaitu Anda.

Anda berbahasa dengan stile yang khas, menangis untuk memulai dunia baru Anda. Apapun yang Anda rasakan perihal ketidakamanan dan ketidaknyamanan, tangisan itu pun laksana alarm bagi setiap ibu. Anda akan kembali tenang setelah merasa aman dan kembali nyaman. 

Hari terus berganti, Anda mulai bisa memiringkan badan, tengkurap, hingga Anda pun lekas bisa duduk. Tidak puas dengan itu, Anda mulai belajar merayap, merangkak, sampai akhirnya Anda bisa berdiri. Meskipun sesekali masih terjatuh, namun sakit yang Anda rasakan bukanlah suatu hambatan untuk Anda terus belajar berjalan.

Tepukan tangan dan sambutan hangat mengiringi semangat Anda, di setiap kali Anda berhasil melakukan perkembangan baru. Ketika satu kaki mulai bisa Anda langkahkan, Anda terjatuh tapi Anda bangun lagi. Anda melangkah dan terjatuh lagi. Anda bangun dan mulai melangkah lagi. Anda pun akhirnya berhasil melangkahkan kaki Anda dengan tegak. Tidak hanya sampai di situ, Anda mulai belajar berlari. Terjatuh dan terluka tidak lagi anda hiraukan. Anda terus belajar apapun untuk mendapatkan apa yang Anda kehendaki. Masih ingatkah betapa semangat Anda terus menyala-nyala untuk memulai step by step kehendak Anda kala itu?

Untuk menambah pengetahuan, Anda mulai diajari huruf-huruf alfabet, hijaiyah, dan angka-angka. Meskipun Anda belum dikenalkan dengan bentuk dan gambarnya, Anda mampu menghafalnya begitu cepat dengan bimbingan orangtua. Anda mulai menghafal angka dari satu sampai sepuluh, huruf a sampai z, dan alif sampai ya’. Setelah Anda menghafal semuanya walaupun dengan fone khas ala anak-anak, Anda diperkenalkan dengan bentuk dan gambarnya dalam tulisan. Anda pun terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan hingga saat ini. Sampai akhirnya tugas Anda di bumi selesai dan harus berpindah ke alam selanjutnya.

Hal di atas, hanyalah flashback dari masa lalu Anda dan kita semua. Betapa sebenarnya kita diciptakan dari hal yang sederhana. Kita mempelajari segala sesuatu dengan memulainya dari yang sederhana dan dari langkah yang pertama. Semuanya tanpa terkecuali. 

Abraham Maslow, seorang pakar Psikologi Humanistik memberlakukan hierarchy of needs (hierarki kebutuhan) pada manusia. Di sana terdapat lima tahap dengan sketsa piramida tidak terbalik. Dari bagian dasar, ada fundamental needs (kebutuhan dasar), yaitu kebutuhan yang bersifat fisiologis dan rasa aman. Ada psychological needs (kebutuhan psikologis), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki serta kebutuhan akan esteem (penghargaan). Ada pula self-actualization needs (kebutuhanakan aktualisasi diri) yang terletak di bagian ujung piramida.

Untuk merealisasikan kelima tahapan tersebut, kita harus memulainya dengan memenuhi tahapan yang pertama, yaitu kebutuhan yang bersifat fisiologis. Misalnya, terpenuhinya kebutuhan primer sehari-hari, baik berupa pangan, sandang, dan papan. Setelah tahapan pertama terpenuhi dengan baik, dengan sendirinya Anda akan termotivasi untuk mulai memenuhi tahapan kedua dan seterusnya. Sama halnya dengan menaiki tangga, untuk mencapai anak tangga yang atas, haruslah dimulai dengan menaiki anak tangga pertama. Kemudian secara berurutan menaiki anak tangga selanjutnya hingga yang paling atas.

Sebagai khalifah, manusia dianggap memiliki perkembangan yang sehat bila ia mampu mengaktualisasikan diri dan mewujudkan segenap potensi yang dimilikinya. Sehinggga pada puncaknya, seseorang akan mampu merealisasikan misi utamanya sebagai sebaik-baik manusia, yaitu memberikan manfaat untuk yang lainnya. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Dengan kata lain, untuk mencapai tahapan aktualisasi diri manusia haruslah memulainya dengan memenuhi keempat tahapan sebelumnya secara bertahap.

Bahkan, hal itu juga dialami oleh panutan kita, Nabi Muhammad Saw. Allah memulai penciptaan Beliau dalam bentuk nuur. Kemudian ketika tiba masanya, Beliau diciptakan sebagai sosok manusia yang telah disucikan. Jadi, sebelum menjadi seorang nabi dan rasul, Beliau adalah manusia biasa. Allah menuturkan dalam firman-Nya: katakanlah Muhammad, sesungguhnya aku adalah basyar, manusia biasa yang diwahyui Allah. QS. Al-Kahfi: 110 dan QS. Fussilat: 6.

Beliau pun mejalani kehidupannya layaknya manusia biasa. Beliau membutuhkan makan, minum, dan rasa aman dari ancaman; merasakan sakit; menikah; berkeluarga; berteman dan berorganisasi; menjadi pemimpin; dll. Setelah Beliau berumur 40 tahun, barulah Beliau diangkat menjadi nabi dan rasul.

Hal itu merupakan skenario dari Allah yang bukan tanpa alasan. Sebab, menjadi seorang nabi dan rasul berarti ada pada tahapan self-actualization needs. Artinya, Nabi Muhammad Saw. sebelumnya telah memenuhi keempat tahapan lain dalam hierarki kebutuhan manusia. Semua itu tentunya sudah dipersiapkan oleh Allah dengan serapi mungkin.

Selain cuplikan di atas, penyampaian dakwah Islam secara sirr (sembunyi-sembunyi) merupakan langkah pertama dari strategi Nabi Saw. Sasarannya di sini adalah keluarga, karena merupakan orang-orang terdekat yang tepat sebagai media penyampaian informasi “ajaran” baru. Kemudian disampaikan kepada sahabat dan kerabat Nabi. Ini adalah trik jitu untuk membangun komunitas awal sebagai penerima ajaran Islam, yang kemudian disebut dengan as-sabiqun al-awwalun.

Setelah kurang-lebih tiga tahun berdakwah secara sirr, barulah Nabi mendapat risalah untuk menyampaikan secara jahr (terang-terangan). Sebab, untuk menghadapi kaum Quraisy yang bertempramen keras diperlukan kekuatan yang cukup untuk menyampaikan dakwah Islam. Artinya, terbangunnya sebuah komunitas dibutuhkan untuk menopang kekuatan dalam menjalankan misi dakwah Islam. 

Dalam berdakwah, tentunya dibutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit, baik materiil maupun immateriil. Nabi Muhammad Saw. bahkan menjadi satu-satunya donatur terbesar yang berkontribusi dalam perealisasiannya dengan segenap jiwa, raga, dan harta-Nya. Meskipun tidak dapat dinafikan bahwa sahabat-sahabat yang lain juga melakukan pengorbanan yang luar biasa. Hal itu merupakan bukti bahwa Nabi Saw. tidaklah miskin.

Sejarah mencatat bahwa Nabi Saw. adalah orang terkaya nomor satu di dunia bahkan sejak sebelum menjadi Nabi. Bagaimana tidak? Beliau memulai bisnis dengan berdagang bersama pamannya, Abu Thalib pada usia 12 tahun. Dengan kegigihan dan kejujuran-Nya, beliau pun selalu membuahkan keuntungan yang gemilang. Itulah yang kemudian menarik perhatian Khadijah agar Nabi menghandle perdagangan miliknya. Hingga akhirnya beliau dilamar untuk menjadi suami dan imamnya. 

Bahkan, setelah menjadi seorang nabi dan rasul. Kemenangan diberbagai peperangan juga memberikan keuntungan bagi kaum Muslim melalui jizyah dan ghanimah yang diperoleh. Sebagai pemimpin, Nabi tentunya mendapat bagian yang tidak sedikit. Akan tetapi, harta itu tidak membuat Nabi terikat dengannya. Nabi bahkan menginfakkan keseluruhan harta yang dimilikinya untuk kepentingan kaum Muslim.

Selain itu, bukti bahwa Nabi adalah orang yang sangat kaya terdapat dalam doa yang  beliau lantunkan, Ya Allah, jadikanlah aku orang miskin, kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin, dan matikanlah aku dalam keadaan miskin. Secara logika, hanya orang kaya yang bisa mengucapkan doa seperti itu. Tidak mungkin ada orang miskin yang meminta untuk dimiskinkan. Jadi, jelaslah bahwa nabi kita Muhammad Saw. adalah orang kaya yang juga menganjurkan umatnya untuk tidak meninggalkan keturunannya dalam keadaan miskin.

Di balik isyarat tersebut, Nabi bermaksud memberikan contoh pada umatnya agar selalu berusaha keras untuk mencapai apa yang diimpikan dan dicita-citakan (mengaktualisasikan diri). Dan seyogyanya semua itu segera dimulai dengan langkah yang pertama, yakni memenuhi kebutuhan fisiologis manusia secara berkala. Kemudian secara bertahap memenuhi kebutuhan akan rasa aman, rasa cinta dan saling memiliki, dan kebutuhan akan penghargaan. Barulah pada tahapan terakhir, saatnya manusia merealisasikan diri sebagai khalifah.

Seorang pendaki tidak akan pernah mencapai puncak gunung, jika dia tidak pernah melangkahkan kaki untuk pertama kalinya di kaki gunung yang dituju.. Jadi, sebanyak apapun impian yang Anda rangkai, Anda tidak akan mampu merealisasikannya kecuali Anda memulainya dari langkah yang pertama. Langkah ke seribu pun tetap harus dimulai dengan langkah pertama. Dan setiap langkah pertama harus diikuti langkah berikutnya sehingga apa yang telah dimulai berhasil diselesaikan dengan baik.

힛티차
15 Agustus 2015

No comments:

Post a Comment