Tema
|
Apa Guna Saya? (tulisan fino)
|
Moderator
|
Herba
|
Tanggal
|
Kamis, 26 Feb 2015
|
Tempat
|
Halaman depan rektorat
|
Peserta
|
Fino, Billi, Herba, Dzakir, Usman, Ubaid, Vero, Himmah, A'iz, Husna,
Fauzia, Naili, Nazil, Titis, Eqy, Ainur.
|
Catatan hasil
meeting:
1.
Mana yang lebih dulu, siapa saya atau apa guna saya?
Pada dasarnya manusia diciptakan sebagai “siapa saya”
kemudian “apa guna saya”. Manusia adalah makhluk yang tercipta dalam keadaan
berakal, sudah menjadi konskuensinya untuk menggunakan akal dalam mensiasati
panggung sandiwara fana ini. Setelah terjawab siapa itu manusia, maka apa guna
diciptakannya manusia? Sudah jelas pula kalau manusia diciptakan guna menjadi
khalifah di bumi dan untuk beribadah kepada Alloh. Tapi dari kejelasan itu
sering kali makhluk yang namanya manusia ini belum bisa memahami siapa dirinya
sampai ketika dia dihadapkan dengan rajutan permasalahan yang semakin
mendewasakan cara berpikirnya, sehingga mengenali seberapa kualitas dirinya.
2.
Ketika berada di antara banyak orang yang benrdiri dengan
berbagai karakter, keyakinan dan atau kubu, di mana dan bagaimana kita akan
berdiri?
Kita berdiri di tempat kita sendiri, dengan kaki kita
sendiri. Kita berpijak pada karakter kita sendiri. Tanpa dipungkiri, mata kita
melirik tetangga sebagai referensi, interfensi guna revitalisasi diri tanpa
henti, hingga maut datang memaki... “sudah waktunya kembali”. Intinya percaya
diri, percaya pada kekuatan Tuhan yang dititipkan dalam diri yang tersembunyi.
3.
Sastra secara ontologi mencakup kebahasaan, simbol, seni,
komunikasi dan hiburan. Wilayah sastra itu seperti abstrak meskipun sangat
luas, dan ironinya sering kali tak terindahkan. Hal ini tak jarang membuat
mahasiswa Jurusan Sastra menjadi krisis identitas disebabkan merasa tidak jelas
akan jadi apa ke depannya. Dan banyak orang yang bertumpu pada asas material
daripada asas kebermanfaatan. Padahal sudah jelas bahwa sebaik-baik manusia
adalah yang bermanfaat bagi yang lain. Karenanya ukukran keberhasilan itu
bukanlah apa yang kita dapatkan, melainkan apa yang bisa kita berikan atau
kontribusikan. Dan sebenar-benarnya pendapatan itu adalah kontribusi kita.
Semakin banyak berkontribusi seseorang akan semakin dekat dengan puncak
kebahagiaan. (dalam hal kebaikan tentunya).
4.
Selain sastra dalam hal tulis-menulis, saya setuju dengan
keberadaan berfikir sastra, di mana seseorang mampu mengolah pola pikirnya
dalam menangkap informasi yang didapatinya kemudian mengomunikasikan informasi
tersebut dengan kreativitas bahasa yang khas oleh masing-masing kepala. Menulis
pun sebenarnya itu adalah hasil kerja otak dalam perajutan abjadnya. Selain
sebagai media perantara penyaluran ide, tulisan itu bisa menjadi tolok ukur
kretivitas otak. Dan sementara ini, pilihan orang-orang sastra kecuali berlagak
gila dengan akting di atas panggung drama atau teater atau membaca syair adalah
menulis. Menulis sebagai penyambung lidah atas ide yang yang terkurung di balik
jeruji ketidakpercayaan diri, karena kemampuannya dalam menembus ruang dan
waktu.
Versi Little Rabbit (Himmah)
Catatan :
Yang perlu dipersiapkan untuk meeting selanjutnya,
·
Rolling moderator.
·
Notulen tetap.
·
Perencanaan panggung sastra.
Saran-saran :
·
Tema yang terstruktur sebagai acuan dasar, untuk
pengembangannya menyesuaikan.
·
Batasan waktu, sesuai kesepakatan. Harus benar-benar
diperhatikan oleh moderator.
· Koodinator dan Pubdekdok.
·
Perencanaan panggung sastra.
1.
Ketapel.
2.
Bendahara.
3.
Sie acara.
4.
Sie pubdekdok.
5.
Sie humas.
6.
Sie perlengkapan.
7.
Sie konsumsi.
Penanggungjawab
bidang:
1.
Puisi, syair, shalawat.
2.
Teater.
No comments:
Post a Comment