SIAPAKAH KORUPTOR? AKU?
Sesuatu yang tampak akan menjadi permasalahan yang besar
ketika mengalami ke-error-an. Sementara yang tak kasat mata sering kali
terabaikan meski dampaknya begitu besar. Namun, fakta yang dominan, “gajah di
pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak.”
Menyebut kata koruptor, erat hubungannya dengan kata
korupsi. Istilah korupsi terjual laris di pasaran sebagai sebutan bagi
orang-orang yang hampir mirip dengan pencuri. Dalam
arti yang luas, korupsi diartikan sebagai aksi
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.
Korupsi merupakan sebuah tindak kejahatan yang merugikan,
atau bisa dikatakan parasit. Misalnya, penggelapan laporan keuangan,
pengeluaran dana yang lebih besar dari apa yang seharusnya dihasilkan. Sebelas-dua
belas dengan pepatah “besar pasak daripada tiang”. Itu hanyalah sampel yang
berwujud material. Lantas bagaimana dengan kasus anakan korupsi yang aku
dalangi setiap hari? Meski tidak berwujud material tapi kerugian yang
ditimbulkan sangatlah jelas bila disadari.
Setiap putaran jarum detik yang tampak berulang,
hakikatnya ia tak pernah sama. Detik waktu yang berlalu tak pernah akan
kembali.
Masih ingatkah dengan kesepakatan kontrak umur antara aku
dengan Tuhan di masa lampau? Kira-kira, manfaat apa yang sudah aku
kontribusikan di setiap laluan detik umurku? Setarakah hitungan kontribusiku
dengan jumlah detik yang berlalu? Jika tidak, bukankah ini juga bentuk dari
tindakan korupsi? Lantas, masihkah aku berbangga diri mengambinghitamkan
oranglain sebagai koruptor, sementara hampir tiada hari yang aku lalui tanpa
berlaku sebagai koruptor?. Aku tidaklah berbeda jauh dengan koruptor berdasi.
Hanya saja, efek yang aku timbulkan masih lingkup personal dan lokal, sementara
mereka global.
Koruptor berdasi dibilang memakan duit rakyat. Rakyat yang membayar pajak, sementara mereka mengantongi uang yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Mereka tidak memberikan yang setimpal dengan kepercayaan yang diamanhkan rakyat kepada mereka. Apa
bedanya dengan aku yang hanya bisa memeras keringat orangtuaku untuk
mendapatkan beasiswa kuliah di sebuah universitas, sementara di kampus aku
tidak berkontribusi apapun yang sekiranya membahagiakan kedua orangtuaku, tidak
menghasilkan karya satu pun sebagai jariyah untuk keduanya? Setiap hari
orangtuaku menguras energi untuk mencukupi kebutuhanku, dengan harapan aku
menjadi orang sukses di kemudian hari. Tapi kenyataannya, yang aku lakukan di
kampus hanya sebagai pemenuhan keegoisan, tanpa mempertimbangkan asas manfaat
yang aku hadirkan. Uang saku yang seharusnya menjadi modal untukku berkarya, aku
mengabaikannya dan menjajakannya hanya untuk pemuas keinginan yang tiada batas.
Ternyata aku sadar, tindakanku lebih keji dari si lintah darat, terhadap
orangtuaku sendiri. Koruptor bukan hanya mereka yang berdasi dan mengantongi
uang rakyat, tapi juga aku yang belum bisa bertanggungjawab dengan amanah yang
dipercayakan orangtuaku.
فالعياذ
بالله من شر ذلك، واصلح أعمالنا واحرص لنا ولوالدينا عن جميع خطايانا، واجعلنا من
عبادك المحبين والمسلمين في الدارين عندك، يارب العالمين. أمين. الفاتحة.
By : The
Rabcess for MISHA (Little Rabbit)
No comments:
Post a Comment