Sunday, March 15, 2015

SIAPAKAH KORUPTOR? AKU?



SIAPAKAH KORUPTOR? AKU?

Sesuatu yang tampak akan menjadi permasalahan yang besar ketika mengalami ke-error-an. Sementara yang tak kasat mata sering kali terabaikan meski dampaknya begitu besar. Namun, fakta yang dominan, “gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak.”

Menyebut kata koruptor, erat hubungannya dengan kata korupsi. Istilah korupsi terjual laris di pasaran sebagai sebutan bagi orang-orang yang hampir mirip dengan pencuri. Dalam arti yang luas, korupsi diartikan sebagai aksi penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.

Korupsi merupakan sebuah tindak kejahatan yang merugikan, atau bisa dikatakan parasit. Misalnya, penggelapan laporan keuangan, pengeluaran dana yang lebih besar dari apa yang seharusnya dihasilkan. Sebelas-dua belas dengan pepatah “besar pasak daripada tiang”. Itu hanyalah sampel yang berwujud material. Lantas bagaimana dengan kasus anakan korupsi yang aku dalangi setiap hari? Meski tidak berwujud material tapi kerugian yang ditimbulkan sangatlah jelas bila disadari.

Setiap putaran jarum detik yang tampak berulang, hakikatnya ia tak pernah sama. Detik waktu yang berlalu tak pernah akan kembali. 

Masih ingatkah dengan kesepakatan kontrak umur antara aku dengan Tuhan di masa lampau? Kira-kira, manfaat apa yang sudah aku kontribusikan di setiap laluan detik umurku? Setarakah hitungan kontribusiku dengan jumlah detik yang berlalu? Jika tidak, bukankah ini juga bentuk dari tindakan korupsi? Lantas, masihkah aku berbangga diri mengambinghitamkan oranglain sebagai koruptor, sementara hampir tiada hari yang aku lalui tanpa berlaku sebagai koruptor?. Aku tidaklah berbeda jauh dengan koruptor berdasi. Hanya saja, efek yang aku timbulkan masih lingkup personal dan lokal, sementara mereka global.

Koruptor berdasi dibilang memakan duit rakyat. Rakyat yang membayar pajak, sementara mereka mengantongi uang yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Mereka tidak memberikan yang setimpal dengan kepercayaan yang diamanhkan rakyat kepada mereka. Apa bedanya dengan aku yang hanya bisa memeras keringat orangtuaku untuk mendapatkan beasiswa kuliah di sebuah universitas, sementara di kampus aku tidak berkontribusi apapun yang sekiranya membahagiakan kedua orangtuaku, tidak menghasilkan karya satu pun sebagai jariyah untuk keduanya? Setiap hari orangtuaku menguras energi untuk mencukupi kebutuhanku, dengan harapan aku menjadi orang sukses di kemudian hari. Tapi kenyataannya, yang aku lakukan di kampus hanya sebagai pemenuhan keegoisan, tanpa mempertimbangkan asas manfaat yang aku hadirkan. Uang saku yang seharusnya menjadi modal untukku berkarya, aku mengabaikannya dan menjajakannya hanya untuk pemuas keinginan yang tiada batas. Ternyata aku sadar, tindakanku lebih keji dari si lintah darat, terhadap orangtuaku sendiri. Koruptor bukan hanya mereka yang berdasi dan mengantongi uang rakyat, tapi juga aku yang belum bisa bertanggungjawab dengan amanah yang dipercayakan orangtuaku.

فالعياذ بالله من شر ذلك، واصلح أعمالنا واحرص لنا ولوالدينا عن جميع خطايانا، واجعلنا من عبادك المحبين والمسلمين في الدارين عندك، يارب العالمين. أمين. الفاتحة.

By       : The Rabcess for MISHA (Little Rabbit)

No comments:

Post a Comment