Friday, March 13, 2015

RAGU ITU, BUTUH!!!



“De Omnibus Dubitandum”[1]

Segala sesuatu harus diragukan. Karena semua yang ada di dunia ini penuh dengan ketidakpastian. Dunia ini seakan hanya fatamorgana belaka. Bahkan Matematika pun yang notabene tergolong ilmu pasti masih ditemukan ketidakpastian di dalamnya. Seperti teori peluang, penaksiran dan perkiraan hasil pembagian angka berapapun dengan angka nol (0) yang tidak terdefinisikan.

Pembahasan suhu dalam Fisika pun juga menemui ketidakpastian dalam siklus hidrologi. Teori Fisika menyebutkan bahwa titik didih air adalah 1000C. Setelah mencapai derajat itulah air mulai berubah menjadi uap. Tapi kenyataannya, uap air laut yang membentuk awan tidak dihasilkan pada derajat itu, melainkan jauh di bawah 1000C. Itu berarti untuk meghasilkan uap, air tidak pasti berada pada derajat titik didihnya (1000C).

Seseorang yang disodori makanan, idealnya dia akan menyantap makanan itu. Tapi karena dia sedang berpuasa atau alergi maka ia pun tidak makan. Pengobatan terhadap orang sakit pun belum pasti menyembuhkan. Dan masih banyak kasus lain yang serupa. Intinya, puncak dari kepastian itu adalah ketidakpastian. Dan ketidakpastian itulah yang menuntuk kita bersikap ragu dan waspada sehingga mengfungsikan akal guna meraih pemikiran-pemikiran yang cemerlang, dan tidak sekedar taqlid buta.

Di sinilah peran penting sastra yang selalu menjadi kajian abstrak, gaib, misteri atau sebutan yang serupa lainnya. Lebih tepatnya sastra itu lah bagian dari ketidakpastian itu sendiri, yang menyeret orang untuk terus mengembangkan pemikirannya sehingga bisa menyampaikan ide-ide yang terlalu lama terkurung dan bahkan hampir membusuk.
(Revisian 27 nov 2014 silam.)

DIBUTUHKAN SEDIKIT KERAGUAN UNTUK WASPADA

Segala yang tampak nyata di alam semesta ini seakan sebuah kepastian. Namun hakikatnya, segalnya berangkat dari sebuah ketidakpastian dan berujung pada ketidakpastian pula. Keseluruhan material yang kasat mata hanyalah manifestasi perwujudan kuasa Tuhan.

Sebagai konsekuensi manusia yang diciptakan berakal, sepatutnya ketidakpastian inilah yang mendorong kita meragukan segala sesuatu yang telah ada dan menerka kemungkinan apa yang akan terjadi. Hal ini bukan berarti kita meragukan kuasa Tuhan sebagai pencipta alam yang sedemikian rapi. Karena Tuhan pastilah memiliki alasan tersendiri dengan semua ini. Akan tetapi, keraguan inilah yang akan memicu perkembangan pola pikir kita untuk senantiasa menggagas dan menuangkan ide-ide yang bermanfaat.

Sedikit keraguan amat dibutuhkan sebagai modal kewaspadaan, yang selanjutnya akan melatih kita menyiapkan opsi-opsi planing B,C maupun D yang bisa dipersiapkan sebagai antisipasi kegagalan planing A. Artinya kewaspadaan ini berperan dalam “Prepare for The Worst”, sehingga jika suatu saat terjadi kegagalan planing A, seseorang tidak akan berhenti melangkah (putus asa) karena masih memiliki planing cadangan untuk membuatnya bangkit.

Bahkan dalam doa yang harus disertai keyakinan pun masih terselip keraguan akan tertolaknya doa. Sehingga dalam berdoa, kita melakukannya berulang-ulang, dan ada upaya mengoreksi serta memperbaiki diri sebagai syarat tercapainya doa.

“DE OMNIBUS DUBITANDUM (SEGALA SESUATU HARUS DIRAGUKAN)”.
10 Maret 2015


Tema
Mempertanyakan Gairah Sastra di Humaniora
“Lingkaran Pesakitan” (tulisan fino)
Moderator
Himmah
Pemateri
Dr. Cristyaji I.
Tanggal
Kamis, 05 Mar 2015
Tempat
Halaman depan rektorat
Peserta
Fino, Herba, Dzakir, Usman, Ubaid, Vero, Himmah, Ana, Husna, Fauzia, Naili, Nazil, Titis, Ria, Ainur, Sri.




[1] Ungkapan Rene Descartes

No comments:

Post a Comment