Friday, March 13, 2015

SIAPA SAYA?



MANA YANG LEBIH DULU “Siapa Saya Atau Apa Guna Saya?”

Pada dasarnya manusia diciptakan sebagai “siapa saya” kemudian “apa guna saya”. Manusia adalah makhluk yang tercipta dalam keadaan berakal, sudah menjadi konskuensinya untuk menggunakan akal dalam mensiasati panggung sandiwara fana ini. Setelah terjawab siapa itu manusia, maka apa guna diciptakannya manusia? Sudah jelas pula kalau manusia diciptakan guna menjadi khalifah di bumi dan untuk beribadah kepada Alloh. Tapi dari kejelasan itu sering kali makhluk yang namanya manusia ini belum bisa memahami siapa dirinya sampai ketika dia dihadapkan dengan rajutan permasalahan yang semakin mendewasakan cara berpikirnya, sehingga mengenali seberapa kualitas dirinya.

Pertanyaan ini tidak beda jauh dengan “mana yang lebih dulu, telur atau ayam.” Keduanya bisa menjadi yang pertama dan ke dua, berdasarkan alasan yang diboncenginya. Begitu pula dengan dominasi peran jantung atas otak dan atau sebaliknya yang masih menjadi misteri bagi dunia medis.

Disebutkan dalam Ihya’ Ulumiddin 3, “Bergaullah, berinteraksilah dengan oranglain, maka kamu akan mengetahui siapa dirimu, di mana letak kekurangan dan kekeliruanmu.” Ini adalah sebuah tawaran saran yang amat ideal mensiasati status kita sebagai makhluk sosial. Selain kita mengetahui letak kekurangan kita, potensi kita juga akan tampak sehingga kita menemukan kode informasi rahasia, tentang siapa diri kita, dan selanjutnya mengenai apa yang bisa kita berdayakan sehingga bermanfaat sesuai wilayah kemampuan kita. Pergaulan juga dapat memecahkan masalah ke-error-an diri. Ketika kita tahu letak kekeliruan kita, sebagai pemikir, tentunya kita punya inisiatif untuk memperbaikinya, sehingga menjadi manusia yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya.

Satu-satunya cara seseorang mengetahui dirinya, berdasarkan ungkapan Imam Gazali di atas adalah dengan belajar. Semakin banyak ilmu yang kita pelajari, semakin kita sadar akan banyaknya keterbatasan kita dan betapa kita masih amat bodoh, sehingga memicu kecanduan belajar dengan dosis berlebih. Dituturkan dalam hadis pula, “Barang siapa yang mengetahui dirinya, berarti ia mengetahui siapa Tuhannya.” Hal ini sangat tepat sekali. Dunia pembelajaran hanya sebuah katalisator untuk mengenali jati diri kita, sehingga berujung pada pengenalan eksistensi Tuhan yang selalu berperan atas tindakan emas kita.

Pengenalan jati diri akan membantu langkah kita menentukan di mana kita harus berdiri dan pada siapa kita harus berpihak. Di antara jutaan kubu yang meng-klaim kebenaran, kita akan mampu berdiri di tempat kita sendiri, dengan kaki kita sendiri. Kita berpijak pada karakter (keyakinan yang ber-asas) kita sendiri. Meski tanpa dipungkiri, mata kita melirik tetangga sebagai referensi, interfensi guna revitalisasi diri tanpa henti, hingga maut datang memaki... “sudah waktunya kembali”. Intinya percaya diri, percaya pada kekuatan Tuhan yang dititipkan dalam diri yang tersembunyi, atau tampak tanpa disadari.

DUNIA SASTRA

Secara ontologi, Sastra mencakup kebahasaan, simbol, seni, komunikasi dan hiburan. Wilayah sastra itu seperti abstrak meskipun sangat luas, dan ironinya sering kali tak terindahkan. Hal ini tak jarang membuat mahasiswa Jurusan Sastra menjadi krisis identitas disebabkan merasa tidak jelas akan jadi apa ke depannya. Dan banyak orang yang bertumpu pada asas material daripada asas kebermanfaatan. Padahal sudah jelas bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lain. Karenanya ukukran keberhasilan itu bukanlah apa yang kita dapatkan, melainkan apa yang bisa kita berikan atau kontribusikan. Dan sebenar-benarnya pendapatan itu adalah kontribusi kita. Semakin banyak berkontribusi seseorang akan semakin dekat dengan puncak kebahagiaan. (dalam hal kebaikan tentunya).

Selain Sastra dalam hal tulis-menulis, saya setuju dengan keberadaan berfikir sastra, di mana seseorang mampu mengolah pola pikirnya dalam menangkap informasi yang didapatinya kemudian mengomunikasikan informasi tersebut dengan kreativitas bahasa yang khas oleh masing-masing lisan. Menulis pun sebenarnya itu adalah hasil kerja otak dalam perajutan abjadnya. Selain sebagai media perantara penyaluran ide, tulisan itu bisa menjadi tolok ukur kretivitas otak. Dan sementara ini, pilihan orang-orang Sastra kecuali berlagak gila dengan akting di atas panggung drama atau teater atau membaca syair adalah menulis. Menulis sebagai penyambung lidah atas ide yang yang terkurung di balik jeruji ketidakpercayaan diri, karena kemampuannya dalam menembus ruang dan waktu.

Versi Little Rabbit (Himmah)

Tema
Apa Guna Saya? (tulisan fino)
Moderator
Herba
Tanggal
Kamis, 26 Feb 2015
Tempat
Halaman depan rektorat
Peserta
Fino, Billi, Herba, Dzakir, Usman, Ubaid, Vero, Himmah, Aiz, Husna, Fauzia, Naili, Nazil, Titis, Eki, Ainur.
Catatan         :
Yang perlu dipersiapkan untuk meeting selanjutnya,
·         Rolling moderator.
·         Notulen tetap.
·         Perencanaan panggung sastra.
Saran-saran :
·         Tema yang terstruktur sebagai acuan dasar, untuk pengembangannya menyesuaikan.
·         Batasan waktu, sesuai kesepakatan. Harus benar-benar diperhatikan oleh moderator.
·         Pubdekdok.
·         Perencanaan panggung sastra.
1.    Ketapel.
2.    Bendahara.
3.    Sie acara.
4.    Sie pubdekdok.
5.    Sie humas.
6.    Sie perlengkapan.
7.    Sie konsumsi.
Penanggungjawab bidang:
1.    Puisi, syair, shalawat.
2.    Teater.

No comments:

Post a Comment