MANA YANG LEBIH DULU “Siapa Saya Atau Apa Guna Saya?”
Pada dasarnya manusia diciptakan sebagai “siapa saya”
kemudian “apa guna saya”. Manusia adalah makhluk yang tercipta dalam keadaan
berakal, sudah menjadi konskuensinya untuk menggunakan akal dalam mensiasati
panggung sandiwara fana ini. Setelah terjawab siapa itu manusia, maka apa guna
diciptakannya manusia? Sudah jelas pula kalau manusia diciptakan guna menjadi
khalifah di bumi dan untuk beribadah kepada Alloh. Tapi dari kejelasan itu
sering kali makhluk yang namanya manusia ini belum bisa memahami siapa dirinya
sampai ketika dia dihadapkan dengan rajutan permasalahan yang semakin
mendewasakan cara berpikirnya, sehingga mengenali seberapa kualitas dirinya.
Pertanyaan ini tidak beda jauh dengan “mana yang lebih
dulu, telur atau ayam.” Keduanya bisa menjadi yang pertama dan ke dua, berdasarkan
alasan yang diboncenginya. Begitu pula dengan dominasi peran jantung atas otak
dan atau sebaliknya yang masih menjadi misteri bagi dunia medis.
Disebutkan dalam Ihya’ Ulumiddin 3, “Bergaullah,
berinteraksilah dengan oranglain, maka kamu akan mengetahui siapa dirimu, di
mana letak kekurangan dan kekeliruanmu.” Ini adalah sebuah tawaran saran yang
amat ideal mensiasati status kita sebagai makhluk sosial. Selain kita
mengetahui letak kekurangan kita, potensi kita juga akan tampak sehingga kita
menemukan kode informasi rahasia, tentang siapa diri kita, dan selanjutnya
mengenai apa yang bisa kita berdayakan sehingga bermanfaat sesuai wilayah
kemampuan kita. Pergaulan juga dapat memecahkan masalah ke-error-an diri.
Ketika kita tahu letak kekeliruan kita, sebagai pemikir, tentunya kita punya
inisiatif untuk memperbaikinya, sehingga menjadi manusia yang lebih baik dari
hari-hari sebelumnya.
Satu-satunya cara seseorang mengetahui dirinya,
berdasarkan ungkapan Imam Gazali di atas adalah dengan belajar. Semakin banyak
ilmu yang kita pelajari, semakin kita sadar akan banyaknya keterbatasan kita
dan betapa kita masih amat bodoh, sehingga memicu kecanduan belajar dengan
dosis berlebih. Dituturkan dalam hadis pula, “Barang siapa yang mengetahui
dirinya, berarti ia mengetahui siapa Tuhannya.” Hal ini sangat tepat sekali.
Dunia pembelajaran hanya sebuah katalisator untuk mengenali jati diri kita,
sehingga berujung pada pengenalan eksistensi Tuhan yang selalu berperan atas
tindakan emas kita.
Pengenalan jati diri akan membantu langkah kita
menentukan di mana kita harus berdiri dan pada siapa kita harus berpihak. Di
antara jutaan kubu yang meng-klaim kebenaran, kita akan mampu berdiri di tempat
kita sendiri, dengan kaki kita sendiri. Kita berpijak pada karakter (keyakinan
yang ber-asas) kita sendiri. Meski tanpa dipungkiri, mata kita melirik tetangga
sebagai referensi, interfensi guna revitalisasi diri tanpa henti, hingga maut
datang memaki... “sudah waktunya kembali”. Intinya percaya diri, percaya pada
kekuatan Tuhan yang dititipkan dalam diri yang tersembunyi, atau tampak tanpa
disadari.
DUNIA SASTRA
Secara ontologi, Sastra mencakup kebahasaan, simbol, seni, komunikasi dan
hiburan. Wilayah sastra itu seperti abstrak meskipun sangat luas, dan ironinya
sering kali tak terindahkan. Hal ini tak jarang membuat mahasiswa Jurusan
Sastra menjadi krisis identitas disebabkan merasa tidak jelas akan jadi apa ke
depannya. Dan banyak orang yang bertumpu pada asas material daripada asas
kebermanfaatan. Padahal sudah jelas bahwa sebaik-baik manusia adalah yang
bermanfaat bagi yang lain. Karenanya ukukran keberhasilan itu bukanlah apa yang
kita dapatkan, melainkan apa yang bisa kita berikan atau kontribusikan. Dan
sebenar-benarnya pendapatan itu adalah kontribusi kita. Semakin banyak
berkontribusi seseorang akan semakin dekat dengan puncak kebahagiaan. (dalam
hal kebaikan tentunya).
Selain Sastra dalam hal tulis-menulis, saya setuju dengan keberadaan berfikir
sastra, di mana seseorang mampu mengolah pola pikirnya dalam menangkap
informasi yang didapatinya kemudian mengomunikasikan informasi tersebut dengan
kreativitas bahasa yang khas oleh masing-masing lisan. Menulis pun sebenarnya
itu adalah hasil kerja otak dalam perajutan abjadnya. Selain sebagai media
perantara penyaluran ide, tulisan itu bisa menjadi tolok ukur kretivitas otak.
Dan sementara ini, pilihan orang-orang Sastra kecuali berlagak gila dengan
akting di atas panggung drama atau teater atau membaca syair adalah menulis.
Menulis sebagai penyambung lidah atas ide yang yang terkurung di balik jeruji
ketidakpercayaan diri, karena kemampuannya dalam menembus ruang dan waktu.
Versi Little Rabbit (Himmah)
Tema
|
Apa Guna Saya? (tulisan fino)
|
Moderator
|
Herba
|
Tanggal
|
Kamis, 26 Feb 2015
|
Tempat
|
Halaman depan rektorat
|
Peserta
|
Fino, Billi, Herba, Dzakir, Usman, Ubaid, Vero, Himmah, Aiz, Husna,
Fauzia, Naili, Nazil, Titis, Eki, Ainur.
|
Catatan :
Yang perlu dipersiapkan untuk meeting selanjutnya,
·
Rolling moderator.
·
Notulen tetap.
·
Perencanaan panggung sastra.
Saran-saran :
·
Tema yang terstruktur sebagai acuan dasar, untuk
pengembangannya menyesuaikan.
·
Batasan waktu, sesuai kesepakatan. Harus benar-benar
diperhatikan oleh moderator.
·
Pubdekdok.
·
Perencanaan panggung sastra.
1.
Ketapel.
2.
Bendahara.
3.
Sie acara.
4.
Sie pubdekdok.
5.
Sie humas.
6.
Sie perlengkapan.
7.
Sie konsumsi.
Penanggungjawab
bidang:
1.
Puisi, syair, shalawat.
2.
Teater.
No comments:
Post a Comment