SEDIKIT DURI BEGITU
BERARTI
Cercahan sinar mentari pagi yang mulai
mengintip di balik paku bumi ujung timur, perlahan membangunkan jiwa yang renta
ini. Setiap hari, kadang aku merasa seperti mengikuti aliran air yang begitu
tenang di bengawan. Tapi ketika sampai di lautan, aku harus bertemu dengan
dentuman gelombang.
Ketika aku berjalan-jalan di taman,
beberapa pohon menyejukkan pandangan. Tapi ketika langkahku memasuki hutan,
dengan jutaan pepohonan yang rindang terkadang aku tersesat saat berjalan untuk
pulang.
Berjalan di jalanan yang lurus tanpa
kelokan itu memudahkan langkah, tapi petualangannya tidak akan se-seru ketika
jalannya berliku.
Mungkin, sedikit duri juga akan
membantuku mewarnai perjalanan hidupku. Bagaimana tidak, ketika aku setiap hari
dihidangi mawar tanpa duri, aku akan tahu bahwa itu bukan mawar, tapi melati. Keduanya
sama cantik dan menarik. Tapi untuk memilikinya, memetik melati tak sesulit
memetik mawar. Sesuatu yang perlu tantangan untuk mendapatinya, itu jauh lebih
indah, mengesankan dan lebih memuaskan daripada yang didapat secara cuma-cuma.
Untuk belajar bersyukur pun seseorang
harus tahu rasanya kehilangan nikmat. Sehingga ketika mendapati nikmat, ia tak
segan untuk mensyukurinya. Untuk mengetahui nyamannya hidup dengan tubuh yang
sehat, terkadang seseorang butuh mengicipi sakit, agar tahu betapa berharganya
kesehatan. Begitulah semuanya. Hal yang dianggap negatif bukan lah sekedar
sebagai hal yang amat buruk, tapi justru ia menjadi katalisator untuk memahami
sesuatu yang positif. Itulah mengapa sebelum ini ada yang menuliskan, “kau tak
akan menyadari sesuatu itu berharga untukmu sebelum kau kehilangannya.” Menurutku
itu tidaklah keliru. Hanya saja kita sudah tahu, semua yang ada di dunia ini
tak ada yang abadi. Semua akan datang dan pergi bergantian. Untuk mensiasati
kesadaran yang terlambat itu, ada baiknya jika apa pun yang kita hadapi, yang
kita dapati, kita belajar mensyukurinya. Karena bersyukur akan membuat hati lebih
tenang.
Setetes darah akan mengajari bahwa
perdamaian itu jauh lebih indah dari sekedar peperangan.
Jangan salahkan duri yang menusuk kakimu
hingga berdarah, tapi berterimakasihlah padanya. Karena tusukan itu, kau bisa
lebih hati-hati ketika berjalan lagi. Dan kau akan berpikir memakai alas kaki akan
kau butuhkan untuk melindungi kakimu.
Tak beda jauh dengan hati yang sedang
terlukai. Siapapun boleh melukai hatimu, tapi hanya kau yang bisa memutuskan,
apa kau akan menahan luka itu dan merasakan perihnya, atau kau singkirkan
radang sayatan luka itu untuk bisa bangkit kembali. Keputusan ada di tanganmu. Jika
kau bisa membuat sakitnya luka itu melumpuhakan rasamu, kenapa kau takut
menjadikannya sebagai vaksin yang membuatmu jadi lebih kuat dan kebal dengan
debu-debu luka yang beterbangan di hadapanmu.
Kau lihai dalam memilih sepatu bermerek
untuk melindungi kakimu, tapi sering kali kau lupa bahwa hatimu juga butuh alas
hati untuk melindunginya dari sayatan luka. Imanmu juga butuh alas untuk menjaganya
dari hantaman kekufuran.
Jangan takut menjadi duri. Meski banyak
orang yang menganggapmu sekedar pembuat luka, tapi tidak denganku. Luka yang
kau buat justru mengajariku berpikir, bagaimana cara menyembuhkan luka itu,
bagaimana aku bisa bangkit setelah terluka, dan bagaimana aku bisa menjaga
orang-orang disekitarku untuk tidak terlukai dengan alasan yang sama.
Harusnya aku berterimakasih pada duri
ini. Tapi sayang, emosiku lebih dulu mencacinya sebelum akalku mampu berpikir
akan jasanya.
13/03/2015
D' RABCESS FOR MISHA (Little Rabbit)
menarik
ReplyDelete