Thursday, March 12, 2015

SEDIKIT DURI BEGITU BERARTI



SEDIKIT DURI BEGITU BERARTI

Cercahan sinar mentari pagi yang mulai mengintip di balik paku bumi ujung timur, perlahan membangunkan jiwa yang renta ini. Setiap hari, kadang aku merasa seperti mengikuti aliran air yang begitu tenang di bengawan. Tapi ketika sampai di lautan, aku harus bertemu dengan dentuman gelombang.

Ketika aku berjalan-jalan di taman, beberapa pohon menyejukkan pandangan. Tapi ketika langkahku memasuki hutan, dengan jutaan pepohonan yang rindang terkadang aku tersesat saat berjalan untuk pulang.

Berjalan di jalanan yang lurus tanpa kelokan itu memudahkan langkah, tapi petualangannya tidak akan se-seru ketika jalannya berliku.

Mungkin, sedikit duri juga akan membantuku mewarnai perjalanan hidupku. Bagaimana tidak, ketika aku setiap hari dihidangi mawar tanpa duri, aku akan tahu bahwa itu bukan mawar, tapi melati. Keduanya sama cantik dan menarik. Tapi untuk memilikinya, memetik melati tak sesulit memetik mawar. Sesuatu yang perlu tantangan untuk mendapatinya, itu jauh lebih indah, mengesankan dan lebih memuaskan daripada yang didapat secara cuma-cuma.

Untuk belajar bersyukur pun seseorang harus tahu rasanya kehilangan nikmat. Sehingga ketika mendapati nikmat, ia tak segan untuk mensyukurinya. Untuk mengetahui nyamannya hidup dengan tubuh yang sehat, terkadang seseorang butuh mengicipi sakit, agar tahu betapa berharganya kesehatan. Begitulah semuanya. Hal yang dianggap negatif bukan lah sekedar sebagai hal yang amat buruk, tapi justru ia menjadi katalisator untuk memahami sesuatu yang positif. Itulah mengapa sebelum ini ada yang menuliskan, “kau tak akan menyadari sesuatu itu berharga untukmu sebelum kau kehilangannya.” Menurutku itu tidaklah keliru. Hanya saja kita sudah tahu, semua yang ada di dunia ini tak ada yang abadi. Semua akan datang dan pergi bergantian. Untuk mensiasati kesadaran yang terlambat itu, ada baiknya jika apa pun yang kita hadapi, yang kita dapati, kita belajar mensyukurinya. Karena bersyukur akan membuat hati lebih tenang.

Setetes darah akan mengajari bahwa perdamaian itu jauh lebih indah dari sekedar peperangan. 

Jangan salahkan duri yang menusuk kakimu hingga berdarah, tapi berterimakasihlah padanya. Karena tusukan itu, kau bisa lebih hati-hati ketika berjalan lagi. Dan kau akan berpikir memakai alas kaki akan kau butuhkan untuk melindungi kakimu.

Tak beda jauh dengan hati yang sedang terlukai. Siapapun boleh melukai hatimu, tapi hanya kau yang bisa memutuskan, apa kau akan menahan luka itu dan merasakan perihnya, atau kau singkirkan radang sayatan luka itu untuk bisa bangkit kembali. Keputusan ada di tanganmu. Jika kau bisa membuat sakitnya luka itu melumpuhakan rasamu, kenapa kau takut menjadikannya sebagai vaksin yang membuatmu jadi lebih kuat dan kebal dengan debu-debu luka yang beterbangan di hadapanmu. 

Kau lihai dalam memilih sepatu bermerek untuk melindungi kakimu, tapi sering kali kau lupa bahwa hatimu juga butuh alas hati untuk melindunginya dari sayatan luka. Imanmu juga butuh alas untuk menjaganya dari hantaman kekufuran.

Jangan takut menjadi duri. Meski banyak orang yang menganggapmu sekedar pembuat luka, tapi tidak denganku. Luka yang kau buat justru mengajariku berpikir, bagaimana cara menyembuhkan luka itu, bagaimana aku bisa bangkit setelah terluka, dan bagaimana aku bisa menjaga orang-orang disekitarku untuk tidak terlukai dengan alasan yang sama.
Harusnya aku berterimakasih pada duri ini. Tapi sayang, emosiku lebih dulu mencacinya sebelum akalku mampu berpikir akan jasanya.

13/03/2015
D' RABCESS FOR MISHA (Little Rabbit)






1 comment: